RBG.ID, BANDUNG - Penggunaan teknologi Refuse-derived fuel (RDF) dalam pengolahan sampah oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung dinilai sebagai solusi palsu penanganan sampah perkotaan. Dampak penggunaan RDF akan menimbulkan persoalan lain, salah satunya penurunan kualitas udara yang mengancam lingkungan serta kesehatan.
Persoalan sampah memang menjadi soal yang sulit untuk dipecahkan oleh pemerintah. Entah karena alasan logis, semisal kekurangan anggaran. Ataupun kegagapan semata, sebab tak serius dan sepenuh hati mencermati persoalan sampah, mulai dari bagaimana sampah diproduksi, jumlah timbulan, hingga penanganan serta pengolahannya.
Direktur eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat Meiki W. Paendong mengatakan, sebelum mencarikan solusi, seharusnya pemerintah mempelajari dan mengkaji secara komprehensif terlebih dahulu ihwal sampah. Jika tidak, akhirnya banyak upaya sekadar false solution management atau solusi palsu penanganan sampah perkotaan.
“Terkait penggunaan teknologi RDF oleh pemkot Bandung, kami sangat menyayangkan, sangat kecewa sebetulnya,” kata Meiki saat dihubungi Radar Bandung, Minggu (26/2). “Ini bukti bahwa pemerintah tidak melakukan kajian komprehensif terkait cara penanganan timbulan sampah.”
RDF merupakan teknologi pengolahan sampah melalui proses homogenizers, merubah beberapa jenis sampah menjadi ukuran yang lebih kecil dan dibentuk menjadi pelet. Hasilnya, direncanakan akan dimanfaatkan sebagai bahan bakar pendamping atau campuran (co-firing) batubara pada pembangkit listrik.
Sebelumnya, pada peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN), Senin (21/2) lalu, pemkot Bandung meluncurkan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Cicukang Holis yang menggunakan teknologi RDF. Penggunaan teknologi ini, oleh Walikota Bandung Yana Mulyana, diklaim mampu mengurangi timbulan sampah sebanyak 10 ton per harinya yang akan membantu terhadap pengurangan beban timbulan di Tempat Pembuangan Akhir.
“Memang benar, penggunaan teknologi RDF bisa mengurangi timbulan sampah. Tapi apakah dampak selanjutnya juga dipikirkan?,” ujar Meiki. “Jika RDF ini kedepan banyak digunakan, akan menimbulkan persoalan lain di tempat yang berbeda, salah satunya penurunan kualitas udara. Karena itu, kami menyebutnya solusi palsu.”
Saat RDF digunakan sebagai pendamping batubara untuk menggerakkan turbin hingga menghasilkan listrik, akan menghasilkan abu yang terbang dan mengendap menjadi residu pembakaran (fly ash bottom ash - FABA). Abu tersebut lantas menjadi persoalan baru, sebab tergolong jenis limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup, total timbulan sampah tahun 2022 mencapai 18,9 juta ton. Provinsi Jawa Tengah dan DKI Jakarta menjadi dua wilayah dengan timbulan sampah tahunan terbanyak yakni 4,2 juta dan 3,1 juta ton per tahun. Sementara Jawa Barat menempati urutan ke lima dibawah Jawa Timur dan Riau dengan total timbulan 1,1 juta ton per tahun.