"Saat sadar saya langsung bangun dan mencoba masuk ke dalam. Tapi ternyata sangat sulit. Tubuh saya tidak kuat. Akhirnya saya dibopong menjauh, sedangkan evakuasi dilanjutkan oleh warga lain," ucap Ikin.
Akibat kejadian ini puluhan anak mengalami luka-luka, beberapa di antaranya mengalami patah kaki dan harus menjalani perawatan intensif. Hingga saat ini barang-barang milik para santri masih tertinggal dalam bangunan tersebut, seperti tas, sandal, dan buku-buku tampak bercecer di lantai kelas.
Salah satu orang tua korban, Subarna menjelaskan saat itu dirinya sedang merebahkan badan di dalam rumahnya. Guncangan hebat yang terjadi menyentak dirinya. Ia keluar dari rumah menyelamatkan diri, istri dan anak keduanya.
Dalam pikiran yang kalang kabut Subarna teringat anak pertamanya yang belum beberapa lama pamit pergi untuk mengaji. Dengan sekuat tenaga Subarna lari ke majlis mencari anaknya. Betapa kagetnya ia melihat majelis sudah dalam kondisi runtuh.
"Saat itu banyak tangisan anak kecil. Ada yang sudah keluar, tapi lebih banyak yang di dalam. Semua berlumur darah. Saya masuk dan melihat beberapa anak sudah meninggal dunia terhimpit runtuhan bangunan. Banyak dari mereka terhimpit dalam kondisi seperti sedang menulis," tutur Subarna.
Di tengah kebingungan Subarna melihat lambaian tangan sang anak yang teriak memanggilnya di bawah reruntuhan. Dengan sigap Subarna menyingkirkan bongkahan-bongkahan besar reruntuhan itu.
Meski berlumuran darah pada kepala dan memar di sekujur tubuh, anak Subarna ditemukan selamat. "Langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapat perawatan. Alhamdulillah selamat," terangnya. (cr1)