"Nah ini makanya kita coba teknologi di sini, kita ngambil dari air laut, kita jadikan air minum, kemudian diolah lagi menjadi es batu, dengan kapasitas persentase sampai 90 persen. Artinya dia tahan lama, tidak mudah cair, dan yang ketiga mencoba mengolah air laut menjadi garam. Nah mungkin kita bisa membantu dan meringankan beban masyarakat," sambungnya.
Ia menegaskan, teknologi terapan tersebut ke depan dapat diimplementasikan di beberapa wilayah yang sejauh ini memang mengalami kesulitan air. Namun lokasinya berdekatan dengan pesisir.
"Iya ini sudah kita buktikan bahwa sistem dan teknologinya sudah ada di sini, berarti kan tinggal pemda, masyarakat setempat juga alam pasti ada hubungannya, saling membutuhkan," terangnya.
Sementara itu, Vilas Cubillas rekanan TNI dalam program air bersih dan pembuatan es kristal menerangkan, untuk cara kerja dari mesin tersebut yakni mengolah air laut difiltrasi menjadi air tawar kemudian menjadi air RO yang menghasilkan TDS mencapai 2-4.
"Jadi TDS ini kandungan zat yang berada di dalam air. Nah 4 itu sudah tingkat terendah bisa dibilang sudah tidak ada zat partikel lain di dalam air, dan air laut yang kita olah, menjadi es batu, makanya warnanya kristal, itu bener benar bening, karena bener bener gak ada zat lain, karena tingkatan TDS nya itu 2-4," terangnya.
Adapun untuk lama prosesnya, tambah Vilas Cubillas untuk pengolahan air laut menjadi es kristal membutuhkan waktu sekitar 60 menit. Namun untuk dari bahan baku sampai menjadi air RO (Reserve Osmosis) menurutnya tidak membutuhkan waktu lama.
"Air mineral kapasitas 12.000 liter perhari bisa produksi air tawar per hari air RO nya 10.000 liter perhari. Ro ini air yang kandungan TDS nya rendah, dari bahan baku air laut 7500 TDS nya," terangnya.
"Jadi tadi kan perbandingan air dengan kemasan yang dijual itu dengan air hasil ini lebih rendah artinya kandungan partikel dalam air tersebut sangat kecil sekali, jadi fiur mineral, artinya bisa langsung diminum," imbuhnya.