Minggu, 21 Desember 2025

Putusan PN Jakpus Soal Penundaan Pemilu Berpotensi Timbulkan Kekacauan

- Jumat, 3 Maret 2023 | 10:25 WIB
ILUSTRASI: Petugas KPU menyusun kotak suara. Dapil di Kabupaten Bogor mengalami perubahan pada Pemilu 2024.
ILUSTRASI: Petugas KPU menyusun kotak suara. Dapil di Kabupaten Bogor mengalami perubahan pada Pemilu 2024.

RBG.ID-JAKARTA, Masyarakat tengah menyoroti putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN) Jakpus yang meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda proses tahapan Pemilu 2023.

Pengamat menilai putusan PN Jakarta Pusat tersebut tidak bisa dieksekusi. Pasalnya, putusan tersebut berpotensi menciptakan kekacauan ketatanegaraan.

“Secara hukum putusan hakim dalam perkara No. 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst adalah ultra vires atau dengan kata lain beyond the power. Sehingga konsekuensi yuridis dari status putusan yang demikian ini adalah bersifat null and void atau bersifat van rechtswege nietig/null end void, sehingga tidak dapat di eksekusi,” kata pakar hukum tata negara, Fahri Bachmid dalam keterangannya seperti dilansir dari Jawa Pos, Jumat (3/3/2023).

Baca Juga: Gugatan Perdatanya Dikabulkan, Partai Prima Minta Semua Pihak Hormati Putusan PN Jakarta Pusat

Putusan tersebut berawal dari gugatan Partai Prima, karena tidak lolos dari verifikasi administrasi partai politik peserta pemilu. Berdasarkan desain konstitusional Pemilu yang berlaku saat ini, penyelesaian sengketa Pemilu sesuai UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, telah mengatur dan membagi frame penegakan hukum menjadi dua jenis, yaitu pelanggaran dan sengketa.

Pelanggaran di dalam UU Pemilu sendiri terbagi menjadi tiga jenis yaitu pelanggaran administratif, pelanggaran kode etik dan pelanggaran pidana. Sedangkan untuk sengketa, terbagi menjadi dua yaitu sengketa proses dan sengketa hasil.

“Secara teknis sesungguhnya UU Pemilu telah mengkonstruksikan saluran hukum penyelesaian, jika terdapat permasalahan berupa dispute, baik pelanggaran maupun sengketa,” tegas Fahri.

Baca Juga: Tak Berhak Putuskan Tunda Pemilu, Mahfud Sebut PN Jakpus Buat Sensasi

Akademisi Universitas Muslim Indonesia (UMI) ini berpendapat, penyelesaian sengketa proses pemilu merupakan kewenangan dari Bawaslu dan PTUN, sebagaimana diatur dalam ketentuan norma Pasal 467 ayat (1) yang mengatur (1) Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota menerima permohonan penyelesaian sengketa proses pemilu, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU RI KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.

Dia menuturkan, berdasarkan Pasal 470 ayat 1 UU Pemilu, telah mengatur sengketa proses pemilu melalui pengadilan tata usaha negara (PTUN) meliputi sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara pemilu, antara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, atau partai politik caton peserta pemilu, maupun bakal pasangan calon dengan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU lhbupaten/Kota.

Sementara itu, Pasal 470 ayat 2 UU Pemilu telah mengatur, sengketa proses pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan sengketa yang timbul antara, KPU dan partai politik calon peserta pemilu yang tidak lolos verifikasi sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang Penetapan partai politik peserta pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173.

“Dengan demikian, karakter dari perkara yang diputus oleh PN Jakpus ini sesungguhnya adalah masuk pada ranah perkara sengketa, yang tentunya merupakan yurisdiksi atau kompetensi absolut dari PTUN, bukan PN Jakpus. Sehingga hemat saya, putusan ini dapat dikualifisir sebagai never existed oleh karena hakim mengokupasi kewenagan kekuasaan lembaga peradilan lain,” tegas Fahri.(jpc)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X