Dalam titik ini, berbagai informasi negatif tentang si Paslon, yang meskipun faktual, akan dengan sendirinya diabaikan karena dianggap tidak masuk dalam “selera” yang mereka inginkan.
Sehingga muncul sebuah pernyataan yang saya dengar langsung dari beberapa orang di akar rumput yang saya temui, mereka menyatakan bahwa salah satu Paslon Capres dan Cawapres tertentu, adalah paslon terbaik.
Pernyataan itu mereka dukung dengan data empiris ketika mereka melihat sebuah acara yang beredar di media, bahwa ketika paslon Capres dan Cawapres itu berkampanye, selalu banyak orang yang hadir membanjiri ruangan dan tempat-tempat pelaksanaan kampanye.
Mereka kemudian berpendapat, bahwa paslon tersebut diyakini pasti menang dengan melihat banyaknya masa yang hadir setiap kali kampanye.
Akhirnya, kelompok masyarakat ini berkesimpulan, yang bisa membuat paslon Capres dan Cawapres yang mereka sukai itu kalah dalam Pemilu, pasti penyebabnya adalah kecurangan yang dilakukan oleh tim Paslon Capres dan Cawapres yang lain.
Inilah masalah yang menjadi catatan utama saya. Ternyata tidak sedikit masyarakat yang berpikir bahwa kekalahan sosok Paslon yang mereka dukung, disebabkan hanya oleh satu alasan, yaitu “kecurangan”.
Pemikiran seperti ini, dalam skala tertentu, akan menimbulkan banyak dampak.
Kepercayaan terhadap institusi partai politik, dan kepercayaan kepada tim sukses calon serta seluruh turunan unsur lain yang terkait, kepercayaan terhadap Penyelenggara Pemilu (KPU, BAWASLU, dan DKPP) serta kepercayaan atas pelaksanaan Pemilihan Umum itu sendiri.
Lebih jauh, kelompok masyarakat seperti ini pula, yang berpotensi disalahgunakan oleh oknum peserta Pemilu untuk dimobilisasi dan dikendalikan sesuai dengan agenda politik yang perlu dilakukan.
Mulai dari demonstrasi, aksi-aksi konfrontasi terhadap pihak pemenang Pemilu, serta penggiringan opini yang bersifat kontra-produktif.
Kita ingat bahwa di masa covid-19 selama kurang tiga tahun lalu, ada kelompok masyarakat yang menolak untuk divaksin.
Hal ini disebabkan adanya penggiringan opini bahwa vaksin hanyalah desain politik pemerintah untuk penjualan barang atau jasa yang bersifat ekonomis, pengurangan tenaga kerja secara besar-besaran, bahkan sebagai pengalihan isu terhadap permasalahan bangsa yang lain.