RBG.ID, JAKARTA - Kementerian Keuangan memproyeksikan subsidi dan kompensasi listik akan membengkak sekitar Rp 30 triliun hingga akhir tahun 2022. Nilai tersebut lebih besar dari pagu anggaran awal sebesar Rp 100,6 triliun menjadi Rp 131,02 triliun.
Terkait itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan alasan membengkaknya realisasi subsidi dan kompensasi tersebut dipengaruhi oleh perubahan kurs rupiah dan volume penggunaan listrik.
“Sama seperti BBM, ada perubahan dari kurs. Ada perubahan dari volume penggunaan listriknya. Itu yang akan menentukan berapa kemudian subsidi yang harus dibayarkan,” kata Sri Mulyani saat ditemui di Kompleks DPR RI, Rabu (14/9).
Ia juga menyebut bahwa hampir semua kelompok tarif listrik dikucurkan subsidi oleh negara. Kendati demikian, Sri Mulyani tidak menyebutkan pembengkakan subsidi listrik tersebut.
Pembengkakan subsidi listrik, awalnya disampaikan Kepala Badan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu saat Rapat Panja RAPBN 2023 Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dengan Kemenkeu pada Selasa, 13 September 2022.
Febrio mengatakan outlook subsidi dan kompensasi listrik sampai akhir tahun akan mencapai Rp 131,02 triliun. Hal tersebut sesuai dengan asumsi harga ICP sebesar USD 105 per barel dan kurs rupiah Rp 14.700 per dolar AS.
Nilai subsidi yang membengkak, kata Febrio, terdiri atas subsidi listrik sebesar Rp 66,47 triliun sementara untuk kompensasi sebesar Rp 64,55 triliun.