RBG.id — Geger isu polisi bisa melakukan penyadapan tanpa izin setelah RUU KUHAP resmi disahkan, benarkah demikian?
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) tidak memberikan kewenangan kepada kepolisian untuk melakukan penyadapan tanpa izin pengadilan.
Penegasan itu disampaikan dalam laporan Komisi III pada Rapat Paripurna ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025–2026, Selasa (18/11/2025), menyusul maraknya informasi yang beredar di media sosial.
Menurut Habiburokhman, kabar yang menyebut penyadapan tanpa izin sebagai bagian dari KUHAP baru merupakan hoaks.
Ia menuturkan bahwa aturan teknis mengenai penyadapan tidak tercantum dalam Pasal 136 RUU KUHAP, tetapi diatur melalui undang-undang lain yang secara khusus mengatur prosedur dan mekanisme penyadapan.
“Hampir semua fraksi menginginkan penyadapan itu nanti diatur secara sangat hati-hati dan harus dengan izin ketua pengadilan,” ujarnya.
Dalam draf KUHAP yang telah disahkan, pengertian penyadapan dijelaskan pada Pasal 1 ayat (36).
Definisi tersebut mencakup berbagai tindakan untuk memperoleh informasi pribadi secara rahasia, mulai dari mendengarkan, merekam, hingga memasang perangkat perekaman pada jaringan komunikasi atau sistem elektronik.
Baca Juga: TOK! DPR Ketok Palu KUHAP Baru, Ini Isi UU yang Dikhawatirkan Meningkatkan Penyalahgunaan Wewenang
Aturan lanjutan pada Pasal 136 ayat (1) menyebutkan bahwa penyidik dapat melakukan penyadapan untuk kepentingan penyidikan, sementara ayat (2) menegaskan bahwa ketentuan lengkap mengenai penyadapan akan diatur melalui undang-undang tersendiri.
Pengesahan RUU KUHAP menjadi undang-undang dilakukan setelah Ketua DPR Puan Maharani meminta persetujuan seluruh fraksi dan seluruh peserta rapat secara bulat menyatakan setuju.
Dengan ketok palu tersebut, KUHAP baru resmi diundangkan, membawa perubahan signifikan pada sejumlah ketentuan.
Terdapat 14 substansi utama yang mengalami penyesuaian dalam KUHAP baru.