RBG.id – Hari keempat penyelenggaraan COP30 Belem Brasil, menjadi catatan sejarah bagi Pemerintah Indonesia dan Norwegia.
Bertempat di Paviliun Idonesia, Menteri Lingkungan Hidup Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol bersama Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia Andreas Bjelland Eriksen menandatangani Letter of Inten (LoI) untuk dimulainya Perdagangan Karbon Internasional Berbasis Teknologi.
“Ini merupakan langkah besar menuju implementasi Article 6.2 Perjanjian Paris dengan dimulainya perdagangan karbon internasional berbasis teknologi (technology-based solutions) pertama dari Indonesia," Kata Menteri LH/Kepala BPLH RI Hanif Faisol dalam keterangan resminya pada Jumat, 4 November 2025.
Kesepakatan ini diawali dengan penandatanganan Framework Agreement Generating Based Incentive antara PT PLN (Persero) dan Global Green Growth Institute (GGGI), di bawah payung kerja sama bilateral antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Norwegia.
Baca Juga: RSUD Bakti Pajajaran Cibinong Hadirkan Program Cageur, Layanan Kesehatan Kini Bisa di Rumah
Melalui perjanjian ini, Indonesia akan menyalurkan hasil mitigasi emisi sebesar 12 juta ton CO₂e dari proyek energi terbarukan, dengan potensi nilai ekonomi mencapai USD 350 juta.
Penandatanganan tersebut menjadi bagian dari implementasi Generation- Based Incentive (GBI) Programme dan merupakan tindak lanjut konkret dari kerja sama Indonesia–Norwegia yang telah disepakati antara KLH/BPLH bersama dengan Kementerian Iklim dan Lingkungan Norwegia.
“Kami memandang kerja sama ini bukan akhir, tetapi awal dari fase implementasi nyata. Indonesia ingin memastikan pasar karbon yang dibangun berintegritas tinggi, transparan, dan memberi manfaat langsung bagi masyarakat serta lingkungan,” ujar Hanif.
Penandatanganan Framework Agreement PLN–GGGI menjadi tonggak penting menuju kesepakatan Mitigation Outcome Purchase Agreement (MOPA) yang dijadwalkan akan ditandatangani pada akhir Desember 2025. Implementasi MOPA ini akan menjadikan Indonesia negara pertama di dunia yang menjalankan perdagangan karbon internasional berbasis Article 6.2 Paris Agreement, sekaligus memperluas mekanisme pasar karbon nasional menuju sektor teknologi energi bersih.
Baca Juga: Murah Tapi Mewah! Ini 5 Motor Listrik di Bawah Rp20 Juta, Cocok Buat Anak Sekolah
Selama ini, kerja sama bilateral Indonesia–Norwegia berfokus pada sektor Nature-Based Solutions (NBS) melalui skema Result-Based Contribution (RBC) Norwegia yang telah memberikan kontribusi hingga USD 260 juta bagi kinerja pengelolaan hutan Indonesia.
Dengan langkah baru ini, Indonesia resmi memasuki fase perdagangan karbon berbasis teknolog, sebuah lompatan penting dalam diversifikasi sumber mitigasi emisi menuju transisi energi rendah karbon.
Dalam sambutannya, Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia, Andreas Bjelland Eriksen menyatakan keyakinannya terhadap kesiapan Indonesia dalam memimpin agenda perdagangan karbon berintegritas tinggi di tingkat global.
“Kami yakin langkah bersama ini akan membuka jalan bagi kolaborasi yang lebih luas di bidang teknologi dan investasi hijau. Indonesia telah membuktikan kesiapan dan kapasitas politiknya untuk memimpin inisiatif karbon berintegritas tingg, sebuah sinyal kuat bagi para investor global dan pemerintah di seluruh dunia,” jelas Andreas Bjelland Eriksen.