Dewan Pers berencana untuk bertemu dengan DPR dan pemerintah guna menyampaikan penolakan terhadap pasal-pasal bermasalah tersebut dan meminta agar RUU Penyiaran segera dicabut sebelum disahkan.
Dewan Pers juga menghimbau seluruh wartawan untuk tetap teguh dalam menjalankan kode etik jurnalistik dan memperjuangkan kemerdekaan pers.
Sementara itu, Ketua IJTI NTB, Riadi Sulhi, menyoroti Pasal 8 dan Pasal 42 dalam RUU yang memberikan kewenangan kepada lembaga lain selain Dewan Pers untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik.
Menurut Riadi, hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang telah mengatur bahwa kewenangan penyelesaian sengketa jurnalistik berada di tangan Dewan Pers.
"Pemberian kewenangan kepada lembaga lain selain Dewan Pers akan menciptakan dualisme dan potensi tumpang tindih dalam penyelesaian sengketa jurnalistik. Hal ini dikhawatirkan akan menghambat proses penyelesaian sengketa dan memperkeruh situasi," jelas Riadi.
Selain itu, IJTI NTB juga menolak Pasal 50 RUU Penyiaran yang dinilai membatasi ruang gerak jurnalis investigasi. Riadi menegaskan bahwa jurnalisme investigasi adalah salah satu pilar penting dalam demokrasi dan harus dilindungi.
"Jurnalisme investigasi memiliki peran penting dalam mengungkap fakta dan kebenaran kepada publik. Pembatasan terhadap jurnalisme investigasi sama dengan membungkam suara rakyat dan menghambat proses demokrasi," tegasnya.***