Prof Zullies mengatakan untuk mencegah alergi adalah dengan menghindari alergen atau pemicunya, merupakan penanganan terbaik untuk mengatasi alergi. Meski demikian, seringkali penderita alergi berada di situasi yang tidak memungkinkan mereka untuk menghindari pemicu alergi.
“Misalnya, pelaku perjalanan yang memiliki alergi debu, tetapi harus mengunjungi daerah tersebut,” jelasnya.
Penelitian Seputar Alergi
Meski tidak tergolong sebagai penyakit berbahaya, alergi bisa mempengaruhi aktivitas penderitanya, termasuk mengganggu produktivitas. Bahkan, studi American Journal of Rhinology and Allergy (2012) menyebutkan bahwa pilek alergi merupakan penyebab turunnya produktivitas pekerja sebesar 27 persen, dan berkurangnya kualitas hidup hingga 28 persen.
Pilek alergi (rhinitis) bersama gatal alergi (urtikaria) merupakan dua jenis alergi yang kerap dialami masyarakat Indonesia. Prevalensi pilek alergi di tanah air sebesar 53 persen dengan penderitanya paling sering ditemukan di kalangan usia produktif. Sementara, untuk gatal alergi, sebuah penelitian di Palembang mendapati prevalensinya mencapai 43 persen.
Pengobatan Alergi
Salah satu upaya kami dengan meluncurkan kampanye swamedikasi untuk mengenali dan mengobati alergi secara mandiri. Alergi dapat mengganggu produktivitas pada kalangan usia produktif yang tentunya dapat mempengaruhi kesehatan.
“Swamedikasi menghindari pemicu alergi dan anti alergi tanpa kantuk untuk dapat dapat meredakan alerginya,” jelas Prof Zullies.