RBG.id – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan bahwa kawasan industri hasil tembakau (KIHT) merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk meningkatkan wilayah produksi hasil tembakau.
Sejak 2022, presentase pembagian DHB diketahui terdiri dari kesejahteraan masyarakat (50 persen), kesehatan (40 persen), dan penegakan hukum (10 persen).
“Nah, ketentuan baru ini menyatakan bahwa DBH (sektor penegakan hukum, Red) bisa dialihkan, termasuk untuk pembagunan KIHT,” jelasnya.
BACA JUGA: Rokok Ilegal di Sumedang Masih Marak, Pengusaha Tembakau: Tak Ada Aksi Nyata
Alasan mengapa alokasi penegakan hukum tersebut bisa dialihkan ke pembangunan KIHT adalah akibat adanya mata rantai peredaran rokok ilegal yang panjang.
Untuk menekan peredaran tersebut, maka dibangun sarana produksi di dekat lumbung tembakau.
Salah satu KIHT yang sedang dalam proses berada di Sumenep.
Pada tahun lalu, Penkab diketahui telah mengantongi Rp 10 miliar untuk mengembangkan kawasan terpadu tembakau. Kawasan tersebut diketahui berukuran 2 hektare.
Askolani selaku Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu menambahkan bahwa pengembangan proyek KIHT ini dilaksanakan di empat kota di Jawa Timur, seperti Sumenep, Sidoarjo, Pasuruan, dan Pamekasan.
Keempat kota tersebut diketahui menjadi lokasi pengembangan karena wilayahnya berada dekat dengan lahan tembakau. (jpc)
Ikuti berita menarik lainnya di Google News
Artikel Terkait
Mulai 2023 Dilarang Jual Rokok Batangan, Pedagang Lapang Merdeka Menjerit
Rokok Ilegal di Sumedang Masih Marak, Pengusaha Tembakau: Tak Ada Aksi Nyata
Rumah di Sumedang Terbakar, Sumber Api Diduga dari Puntung Rokok
Modus Baru Sabu-Sabu Cair dalam Rokok Elektrik
Alfamart di Cilendek Dibobol Maling, Pelaku Gasak Produk Kosmetik dan Rokok