“Terus kita ribut, kenapa asing semua yang ambil bahan baku kita. Bos, mereka yang melakukan investasi, kita punya duit tapi kita bikin standby loan (SBL) untuk kredit konsumsi, bukan produktif,” ungkap Bahlil.
“Ini masalah besar, saya sudah ngomong berkali-kali, selama ini tidak kita ubah, sampai ayam tumbuh gigi, kita tidak akan punya smelter di republik ini,” tandasnya.
Untuk diketahui, saat ini hilirisasi nikel sedang menjadi perhatianpemerintah sebab mampu menambah nilai ekspor nikel. Perihal ini sering disampaikan juga oleh Presiden Jokowi dalam beberapa kesempatan.
Bahkan, Jokowi menyebut berkat hilirisasi, ekspor bahan mentah nikel yang sebelumnya hanya bernilai USD 1,1 miliar atau sekitar Rp 20 triliun dalam setahun. Pada 2021 ekspor nikel Indonesia mencapai USD 20,8 miliar atau sekitar Rp 300 triliun dalam setahun.
Itu artinya, dari Rp 20 triliun loncat ke Rp 300 triliun lebih sehingga naik 18 kali lipat nilai tambahnya berkat hilirisasi. Selain itu, hilirisasi nikel juga terus didorong karena Indonesia optimistis bisa menjadi negara maju dan menjadi negara yang dikenal berkat industri baterai kendaraan listrik atau electriv vehicle (EV) di dunia. (*)