RBG.ID – Kenaikan harga BBM diproyeksikan pelaku usaha berpengaruh pada berkurangnya minat konsumsi masyarakat.
Pemerintah pun diminta mempertimbangkan langkah mitigasi agar inflasi dan daya beli dapat terjaga.
”Masyarakat akan menahan belanja atau menunda konsumsi. Ditambah lagi, ada inflasi,” ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey.
Padahal, lanjut Roy, kontribusi konsumsi rumah tangga paling tinggi bagi PDB (produk domestik bruto), yakni di atas 50 persen. Karena itu, dia menuturkan bahwa ada tiga poin penting yang mesti diperhatikan ketika pemerintah menaikkan harga jual BBM, khususnya pertalite.
Pertama, kebijakan yang tepat dengan melakukan mitigasi untuk menciptakan penduduk yang mampu secara daya beli guna mengimbangi harga jual BBM. ”Hal ini dapat dimulai dengan pembukaan lapangan kerja seluas-luasnya sehingga menghindari ketidakmampuan masyarakat,” katanya.
Kedua, program substitusi dari konsumsi harus digalakkan. Sebab, kondisi ini membuat ketergantungan bagi suatu bahan pokok seperti gandum yang harganya melambung sejak inflasi. ”Dengan adanya substitusi, konsumsi dapat terus terjaga,” ungkapnya.
Ketiga, lanjut Roy, naiknya harga BBM harus memberikan kompensasi yang berkelanjutan. Misalnya, bantuan langsung tunai, bantuan program keluarga harapan, ataupun dana desa.