RBG.ID – Banyak hal yang harus diwasdapai dengan kondisi ekonomi di 2023. Peningkatan risiko stagflasi dan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan membuat pertumbuhan global rendah.
Pengetatan kebijakan moneter di berbagai negara maju juga masih berlanjut.
Khususnya, tingkat suku bunga The Fed, bank sentral Amerika Serikat (AS), yang tinggi di level 2,25-2,5 persen.
BACA JUGA : Lewat Digitalisasi, Pemkot Bandung Dorong Pertumbuhan Ekonomi
Sementara, suku bunga BI 7 day reverse repo rate (BI7DRR) meski terbilang rendah setelah dinaikkan 25 basis poin di posisi 3,75 persen.
Suku bunga acuan yang rendah membuat spread imbal hasil US Treasury dengan surat berharga negara (SBN) semakin menyempit. Hal itu memicu capital outflow (aliran keluar modal asing) dan menekan nilai tukar rupiah.
“Keseluruhan 2022 kami perkirakan nilai tukar terhadap dolar AS (USD), Rp 14.500 sampai 14.900. Di 2023, nilai tukar berada di Rp 14.800 sampai 15.200 per USD,” ucap Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo pada raker dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (31/8).