RBG.ID – Pengusaha Jawa Timur (Jatim) merespons rencana Kementerian Perhubungan dalam merumuskan tarif jasa kepelabuhanan.
Pelaku usaha menganggap mekanisme penentuan yang diusulkan bakal kontraproduktif terhadap visi pemerintah.
Yakni, menurunkan beban logistik tanah air.
Ketua Umum Kadin Jatim, Adik Dwi Putranto mengungkapkan, RPM (rancangan peraturan menteri) tarif kepelabuhanan yang diwacanakan menteri perhubungan nantinya menggantikan PM Perhubungan 121/2018.
Padahal, aturan tersebut merupakan produk kebijakan yang sangat baik bagi industri logistik.
Menurut PM 121/2018, rencana kenaikan tarif harus melibatkan asosiasi di kepelabuhanan. Aturan itu menyimpan semangat kolaborasi yang baik.
Baca Juga: Liburan di Bali dan Labuan Bajo, Memori Indah Ji Chang-wook
"Tapi, kenapa malah ada usulan untuk menghilangkan mekanisme tersebut?," katanya.
Dia menegaskan, jika rencana aturan direalisasikan, badan usaha pelabuhan (BUP) bisa menaikkan tarif semaunya sendiri. Dampaknya, biaya logistik mahal.
Hal itu tidak senapas dengan semangat pemerintah untuk menurunkan logistic cost di Indonesia.
Ketua INSA Surabaya Steven Lesawengen menjelaskan, perubahan yang direncanakan melepas asosiasi pengusaha dalam memajukan dunia kepelabuhanan.
Karena itu, pihaknya setuju dengan Kadin untuk mengirimkan surat ke Presiden Joko Widodo. Juga melakukan hearing dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Artikel Terkait
Happy Wedding! Artis Korea Selatan Cha Chung Hwa Hari Ini Resmi Menikah dengan Pengusaha Muda
Okin Mantan Suami Rachel Vennya Diduga Sindir Seorang Pengusaha Besar di Indonesia, Siapa?
Pelantikan HIPMI PT IPB, Jadikan Kawah Chandradimuka Para Pengusaha Muda Kampus IPB
Haru, Prabowo Subianto Peluk dan Bantu Pengusaha Telor Asin asal Subang
Gibran Janji, akan Hapus IUP Tambang Nakal dan Haruskan Pengusaha Bantu Warga Lokal
Prabowo Siap Bangun 3 Juta Rumah untuk Rakyat Miskin Pasca Terima Dukungan Dari Pengusaha Properti
SADIS! Pengusaha Aksesoris di Bekasi Ditemukan Tewas Ditangan Istri, Anak, dan Pacar Anaknya, Motifnya Bikin Melongo