Menurutnya, dengan adanya SK itu hanya sebagai bentuk pengakuan pemerintah terhadap keberadaan LPM, dan LPM memang hanya ada di kelurahan. Karena saat ini dengan adanya DPD LPM itu, bukan bagian dari LPM kelurahan tidak ada kaitanya LPM kelurahan dengan DPD LPM Kota.
“Oleh karena itu, LPM selain di kelurahan itu, keberadaanya tidak di akui oleh pemerintah. Kalau ada aparat pemerintah yang mengkui keberadaan DPD LPM. Sebaiknya supaya belajar lagi dari semua aturan tentang LPM, RT dan RW,” katanya.
Anggoro mengatakan, sangat tidak mempermasalahkan hal ini. “Pendapat saya pribadi tidak masalah dan kalau ada LPM yang mempermasalahkan mudah kok, tinggal mundur saja, urusan selesai,” ungkapnya.
Dengan SK dari lurah, Anggoro mengungkapkan, sama sekali tidak mengecilkan peran LPM di tingkat kelurahan dan LPM sebagai mitra kerja. Lurah bukan berhubungan atas bawah, tapi bersifat konsultatif dan koordinatif.
“Sebagai mitra kerja yaqng di bentuk dari sosial masyarakat, tetunya LPM masih bisa memberikan atau menyampaikan kepada lurah jika ada laporan dari warga. Misalnya dalam pelayanan ada yang tidak wajar yang dilakukan oleh stafnya. LPM masih berhak mengingatlan lurah dan itu barangkali salah satu fungsi kontrol dan pengawasan kepada mitra kerjanya,” kata dia.
Anggoro menyebut, dalam bidang pembangunan tidak mengurangi peran dan fungsi LPM sebagai perencana, dan pengawasan di lapangan.
“Tidak mengurangi fungsi dan tugas seorang LPM,” tegasnya.