“Satu gas 3kilo itu kan 20 ribu, sehari kami habiskan tiga tabung. Berarti untuk kebutuhan gas sebesar 60 ribu,” ungkapnya.
Menurut Ilham, jika kebijakan tersebut menjadi final, tentunya kebutuhan pengeluaran usahanya akan bertambah dari segi listrik. Karena adanya peningkatan daya listrik untuk memberi suplai pada kompor listrik tersebut.
Saat ini, dibeberkannya, kebutuhan listrik di lokasi usahanya mencapai Rp100 ribu perhari. Bila ditambah dengan penggunaan kompor listrik, tentu wajib hukumnya untuk menaikan daya suplay listrik.
“Saya pakai token listrik, setiap hari habis 100 ribu. Kalau ditambah kompor listrik pasti akan lebih mahal bisa 60 ribu lebih dari kebutuhan gas LPG saya setiap hari,” katanya.
Tentunya, sesuai dengan hitungannya, Ilham menolak dengan kebijaka peralihan gas elpiji menuju kompor listrik karena dapat dipastikan cost biaya yang akan membengkak. Dirinya juga meminta kepastian terkait kompor listrik bagi pengusaha maupun pedagang, apa harus membeli atau mendapat suplai dari pemerintah.
Jika mendapat suplai, tentu akan banyak persyaratan yang harus dipenuhi agar bisa dapat kompor listri dari pemerintah.
Senada, Pedagang Mi Ayam dan Bakso di samping RS Hermina Kota Depok, Anwar Syahada menegaskan, kebijakan tersebut sangat tidak bisa dilakukan karena seluruh pedagang maupun pengusaha akan beradaptasi ulang.
“Tidak bisa lah. Kita harus beradaptasi lagi bang,” tegasnya.