RBG.id - Ketua Fakta Jakarta, Azas Tigor Nainggolan menemukan penjualan materai di toko daring dengan harga jual di bawah harga resmi yang ditetapkan, yakni berkisar antara Rp7-8 ribu. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai, materai merupakan label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Makna dan pengertian materai adalah bukti pembayaran pajak kepada negara atas pembuatan suatu dokumen atau berkas. Di sini, dokumen atau berkas bisa berbentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik (digital) sekalipun. Sehingga materai adalah dokumen resmi negara sebagai alat pembayaran pajak.
"Saya membaca iklan di salah satu toko online, bahwa ada penjualan obral Meterai Rp10.000 di jual di bawah harga resmi. Kaget dan curiga saya membaca iklan tersebut dan bertanya. Kenapa bisa meterai diobral murah di bawah harga resmi?," ujar Ketua Fakta Jakarta, Azas Tigor Nainggolan.
BACA JUGA : Soal Perppu Cipta Kerja, FSPMI Cianjur Tegas Menolak
"Ya dalam iklan dipromosikan meterai Rp10.000 dijual dengan harga berkisar Rp7.000 sampai Rp8.000 saja. Padahal meterai itu adalah dokumen negara dalam pembayaran pajak atas dokumen? Artinya diskon atau pemotongan di pembayaran pajak bukanlah wewenang pihak swasta tetapi wewenang dan hanya boleh dilakukan oleh pemerintah," sambungnya.
Lanjut Azas, jia ada praktek penjualan Meterai di bawah harga resmi maka itu adalah pelanggaran pidana. Dalam Pasal 25 UU Nomor 10 Tahun 2020 mengatur bahwa, setiap orang yang memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai persediaan untuk dijual, atau memasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia: a. Meterai yang dipalsu atau dibuat secara melawan hukum seolah-olah asli, tidak dipalsu, dan dibuat secara tidak melawan hukum.
b. Barang yang dibubuhi meterai sebagaimana dimaksud dalam huruf a, seolah-olah barang tersebut asli, tidak dipalsu dan dibuat secara tidak melawan hukum, dipidana dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000.