"Sebelum jadi badut, saya jadi penuntun orang tua saya yang tuna netra ke kampung-kampung. Tapi semenjak orang tua saya meninggal, saya mau tidak mau mencari pekerjaan seperti ini," ujarnya.
Bahkan, sesekali dirinya merasa takut jika ada petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang terkadang melintas. Sehingga, dirinya kerap kali bersembunyi dan jika sudah tidak ada, kembali mengais rezeki dari belas kasih pengendara yang berhenti.
Kurun waktu dua jam dalam sehari dari pukul 11.00-13.00 WIB, dirinya hanya mendapatkan penghasilan kotor sebesar Rp50 ribu. Jika dipotong ongkos dan setoran Rp25 ribu, dirinya hanya bisa membawa uang Rp20 ribu saja. Untuk makan, dirinya lebih memilih makan bersama dengan keluarganya. Sehingga selama dua jam, menahan lapar di balik topeng yang tersenyum.
Bukan nominal besar memang, tetapi dirinya tetap berusaha untuk menghidupi keluarga kecilnya. Terkadang, jika hujan datang, dirinya tidak dapat menjadi penghibur untuk pengendara yang berhenti.
"Kalau hujan, biasanya libur dulu. Daripada kebasahan atau sayanya sakit malah enggak bisa makan keluarga saya," ungkapnya.
BACA JUGA: Kapolres Sukabumi Berikan Layanan Kesehatan Gratis Untuk Anak Punk dan Pengamen
Sedikit menahan kesedihan. Terlihat raut wajahnya yang seakan menyimpan sejuta perih dalam menapaki hidup. Jika dirinya tidak beroperasi, terkadang dirinya dan keluarga hanya makan nasi dan garam.
Anak dan istrinya seakan memaklumi profesi yang dilakukannya. Yang terpenting, kehidupan tetap berjalan. Harapan dan mimpi. dibalik wajahnya yang keriput, ia tak ingin anaknya bernasib sama seperti dirinya.
