Padahal, Belanda kata mantan Bupati Puwakarta tersebut, mengajarkan kearifan lokal dalam proses pendirian sebuah bangunan.
"Jujur saja, bangunan yang menggunakan seng seperti ini, menghilangkan keindahan. Keindahan alam justru hancur dengan bangunan seperti ini. Paling parah bangunan di bukit. Belanda itu tidak memperbolehkan didirikan bangunan di bukit," jelasnya.
"Wisata itu kalau tidak ditata dengan baik, orang akan bosan. Yang harus dipikirkan itu kesinambungan dan keberlanjutannya ke depan," sambung Dedi.
Dia menyontohkan, Bali bisa menjadi wisata kelas dunia karena memiliki karakter kuat dalam melestarikan kearifan lokal. Kepercayaan masyarakat Bali diterjemahkan dalam memelihara lingkungan juga arsitektur.
Hal tersebut seharusnya dicontoh oleh pengelola wisata di Jawa Barat, termasuk Pangalengan yang mana harus menjaga lingkungan dan memperhatikan konsep arsitektur.
"Kalau tidak memiliki karakter, ramai di awal, ujungnya tutup," tandasnya.
Baca Juga: Nilai Investasi Kawasan Wisata Walini Bandung Barat Capai Rp3 Triliun
Sementara itu, saat dimintai keterangan atas kritikan tersebut, Pengelola Bimo Highland Taufiq Rafi mengatakan pihaknya akan mempertimbangkan segala masukan yang dilontarkan oleh Dedi Mulyadi.