RBG.id - Dunia motor listrik kembali dibuat heboh oleh kehadiran Charged Baycat, motor setrum asal pabrikan Vmoto yang kini di-rebrand di Indonesia.
Bukan tanpa alasan motor ini langsung viral. Baycat datang dengan klaim yang terdengar nyaris mustahil, ngecas dari nol sampai penuh cuma butuh 40 menit!
Ya, empat puluh menit. Cukup waktu buat ngopi, makan siang, atau sekadar rebahan sejenak, lalu motor sudah siap menempuh jarak hingga 170 kilometer.
Sebuah loncatan besar yang membuat kompetitornya yang masih butuh enam jam lebih untuk isi daya tampak seperti hidup di masa lalu.
Namun, sebagaimana pepatah “tak ada gading yang tak retak”, di balik kecanggihan fitur super cepatnya itu, Baycat justru menyimpan beberapa kelemahan yang bikin rider lokal harus mikir dua kali sebelum meminangnya.
Bukan performanya yang jadi masalah, melainkan soal ergonomi dan desain yang terasa kebulean alias kurang cocok dengan kondisi jalan dan postur tubuh pengendara Indonesia.
Baterai Dua Unit, Ngecas Cuma 40 Menit!
Charged Baycat memang dirancang dengan satu misi utama yang menghapus kecemasan soal jarak tempuh.
Motor ini dibekali dua opsi baterai lithium. Versi satu baterai berkapasitas 2,2 kWh, dan versi dua baterai total 4,4 kWh.
Saat memakai dua baterai penuh, jarak tempuhnya bisa tembus 170 km dalam mode Eco, angka yang mengesankan untuk kelasnya.
Yang paling mencuri perhatian tentu sistem pengisian dayanya.
“Colok charger 6 kW di bagian tengah dek kaki, dari nol sampai seratus persen cuma 40 menit,” jelas seorang pengulas di kanal YouTube otomotif.
Sebagai perbandingan, motor listrik biasa dengan portable charger membutuhkan waktu 5 - 6 jam untuk mengisi daya penuh.
Dengan fitur ini, Baycat bisa langsung diajak melaju setelah rehat singkat. Cocok bagi pengguna yang aktif dan sering berpindah tempat tanpa waktu luang panjang.
Desain Futuristik Tapi Tak Ramah Jalanan Jakarta
Sekilas, tampilan Baycat memang memesona. Lekuk bodinya tegas, futuristik, dan terasa mahal.
Lampu sudah full LED, rem depan-belakang cakram, dan dilengkapi sistem Combi Brake System (CBS) untuk menjaga stabilitas saat deselerasi.
Tenaga mesinnya juga cukup gahar, 5 PS (4 kW) dengan kecepatan puncak 85 km/jam di mode Sport.
Akselerasinya? Responsif banget, bahkan saat gas baru diputar sedikit saja.
Tapi semua keunggulan itu mendadak terasa hambar ketika motor ini dibawa ke habitat asli pengendara lokal dengan kemacetan perkotaan.
Di sinilah mulai terlihat sederet catatan merah yang mungkin luput dari brosur.
Setang Lebar, Susah Nyelip di Kemacetan
Masalah pertama datang dari desain setangnya. Ukurannya terlalu lebar, bahkan lebih besar dari motor listrik kebanyakan.
Menurut pengulas, desain ini disesuaikan dengan postur tubuh pengendara Eropa yang relatif besar, bukan pengendara Asia yang cenderung lebih ramping.
“Stangnya gede banget, bro. Kalau dipakai di Jakarta, bisa nyenggol spion mobil tiap kali mau nyelip,” ujarnya.
Padahal, kemampuan filtering atau menyelip di sela kendaraan adalah senjata wajib pengendara motor di kota besar.
Setang yang terlalu lebar jelas jadi batu sandungan serius, terutama di jalan padat seperti Jakarta, Depok atau Bogor.
Jok Rata Bikin Cepat Pegal
Masalah kedua ada di bagian jok. Secara tampilan, desainnya polos dan rata tanpa lekukan pembatas antara pengendara dan penumpang.
Sekilas terlihat simpel, tapi efeknya terasa di punggung dan pinggang setelah dipakai lebih dari 30 menit.
“Joknya nggak punya lumbar support, jadi kalau gas mendadak, badan bisa langsung geser ke belakang,” jelas reviewer.
Untuk motor dengan akselerasi secepat Baycat, desain jok seperti ini kurang mendukung kestabilan tubuh. Akibatnya, perjalanan jauh terasa cepat melelahkan, apalagi kalau boncengan.
Kompartemen Minimalis, Bagasi Nyaris Hilang
Lanjut ke bagian penyimpanan. Baycat mungkin juara di kecepatan ngecas, tapi di urusan kompartemen, motor ini jelas kalah telak.
Tidak ada ruang penyimpanan di dek depan, hanya tersedia port USB. Sementara ruang di bawah jok, yang biasanya jadi tempat favorit menyimpan helm atau jas hujan, nyaris tak tersisa karena penuh terisi dua baterai besar.
Dengan banderol Rp29,88 juta, absennya kompartemen terasa cukup ironis. Sebab, pengguna motor listrik di Indonesia justru butuh kepraktisan tinggi untuk menunjang mobilitas harian.
Cepat Ngecas, Tapi Belum Siap Jadi Raja Jalanan
Di atas kertas, Charged Baycat memang tampil menggoda. Kecepatan isi daya 40 menit adalah fitur revolusioner yang membuatnya satu langkah di depan pesaing lain di kelas Rp30 jutaan.
Namun, ketika dipakai di jalanan padat khas kota besar, motor ini belum sepenuhnya ramah bagi pengendara lokal.
Desain setang yang lebar, jok yang terlalu datar, dan ruang penyimpanan yang minim membuatnya terasa kurang praktis untuk penggunaan harian di Indonesia.
Jika pabrikan ingin Baycat benar-benar sukses di pasar domestik, perlu ada penyesuaian khusus. Setidaknya di sisi ergonomi dan kepraktisan.
Karena pada akhirnya, motor listrik bukan cuma soal seberapa cepat ngecasnya, tapi juga seberapa nyaman ia bisa diajak hidup bareng di lalu lintas yang semrawut setiap hari.***