"Saya mengajak dua orang petinggi dari partai itu dan satu orang kadernya, untuk melakukan mubahallah atas kebohongan pernyataan mereka di publik dan mereka menolak untuk Mubahallah," jelasnya.
"Saya siap melakukannya krn mereka mengatakan sebagai partai Da’wah," tegasnya.
Baca Juga: Hanya Enam Bulan, Sudah Terdeteksi 2,5 Miliar Serangan Siber ke Indonesia
Di Jakarta, DPD PDIP Jakarta juga sempat mendukung Anies untuk maju berpasangan dengan Rano Karno sebagai bakal calon gubernur.
Menurut Geisz, Anies diundang oleh DPD PDIP untuk datang ke markas mereka pada 24 Agustus 2024.
Kemudian pada malam berikutnya, seorang elite PDIP mendatangi Anies di markasnya untuk menandatangani berkas.
Bahkan, pada 26 Agustus 2024, Anies diminta hadir di markas DPP PDIP untuk bertemu dengan Rano Karno dalam rangka rencana deklarasi.
Namun, situasi berubah secara mendadak. Geisz menjelaskan bahwa rencana tersebut ditunda.
Pada akhirnya PDIP mencalonkan Pramono Anung dan Rano Karno untuk Pilgub Jakarta.
Geisz menegaskan bahwa situasi di Jawa Barat berbeda dengan Jakarta.
Di Jakarta, ada aspirasi dari warga dan dukungan dari DPW dan DPD partai, namun di Jawa Barat, tidak ada permintaan atau aspirasi yang serupa.
Oleh karena itu, Anies merasa tidak pantas secara moral untuk menerima pencalonan tersebut tanpa adanya dukungan dari warga Jawa Barat.
Dengan demikian, keputusan Anies untuk tidak maju di Pilgub Jawa Barat 2024 telah final.
Anies juga menyampaikan rasa terima kasih kepada partai yang sempat memintanya untuk maju dalam kontestasi tersebut.***