“Perubahan iklim menjadi salah satu faktor penyebab. Data historis monkeypox menunjukkan bahwa wabah biasanya terjadi selama musim gugur sebagai akibat dari peningkatan curah hujan yang mengakibatkan banjir serta penggundulan hutan, baik faktor pendorong hewan, inang reservoir potensial, ke populasi manusia dan tempat tinggal, dan tidak adanya pengawasan aktif untuk cacar monyet,” jelas jurnal tersebut.
Jurnal tersebut mengatakan wabah cacar monyet yang sedang berlangsung di negara-negara non-endemik kemungkinan merupakan konsekuensi dari kegagalan untuk membatasi penyebaran penyakit di daerah endemik Afrika meskipun wabah terus-menerus selama beberapa dekade. Monkeypox virus (MPXV), virus DNA, merupakan penyebab penyakit zoonosis yang dikenal sebagai monkeypox dan dikelompokkan menjadi dua clade genetik, yaitu clade Afrika Barat (WA) dan clade Congo Basin (CB).
Cacat monyet memiliki masa inkubasi 4-21 hari dan gejalanya berkisar dari demam hingga gangguan pernapasan, yang mirip dengan gejala cacar kecuali limfadenopati. Cacar monyet endemik di Afrika bagian barat dan tengah, tetapi kemunculan baru-baru ini di beberapa wilayah non-endemik di luar Afrika telah menimbulkan keprihatinan besar.
Meski virus umumnya menyebabkan gejala ringan pada individu namun gejala parah atau kematian dapat terjadi jika virus menyebar ke individu dengan gangguan sistem imun, anak-anak, individu lanjut usia, ibu hamil dan individu yang hidup dengan penyakit penyerta seperti HIV/AIDS dan diabetes.(jwp)