“Kalau karyawan pabrik di Depok jumlahnya sekitar 150 ribu karyawan. Tapi total semua pekerja seperti toko-toko kecil di sepanjang Jalan Margonda Raya dan jalan utama kota, itu banyak sekali, saya tidak tau jumlah keselurahannya,” ungkap Thamrin.
Lebih jauh, terkait jumlah pabrik yang ada di Depok, juga tidak mengetahui tepatnya karena datanya secara lengkap berada di ruang kerjanya.
“Data rilisnya ada di kantor, saya takut salah kalau bilang tanpa datanya,” lanjutnya.
Lolosnya Depok dari badai PHK massal juga dibenarkan, Sekjen Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Depok, Wido Pratikno. Wido mengaku, karyawan di Depok tidak terdampak PHK besar-besaran yang memang sedang terjadi di beberapa daerah.
“Belum, Belum ada yang terdampak PHK massal,” terangnya kepada Radar Depok ketika dikonfirmasi.
Buntut dari terbebasnya dari PHK massal, bukan berarti buruh tidak mengindahkan tuntutannya terkait Upah Minimum Kerja (UMK) di Kota Depok. Melalui Wido, buruh juga menyinggung soal kenaikan UMK di 2023 sebesar 13 persen, yakni menjadi Rp4.946.271 dari sebelumnya Rp4.377.231.
“Kami meminta kenaikan UMK 13 pesen nanti di 2023. Kami harap terealisasi oleh pemerintah, karena ini tuntutan dari buruh di Depok,” tegasnya.
Memang saat menggelar aksi demo di Balaikota Depok ketika BBM membumbung tinggi, buruh telah menyampaikan tuntutan soal kenaikan UMK sudah menggema. Tapi respon dari pemerintah belum ada kejelasan.