Daya tarik desa kuno ini ada pada komplek “tongkonan” atau rumah tradisional masyarakat Toraja yang diatur dalam baris yang saling berhadapan dengan lumbung atau dalam bahasa Toraja disebut alang.
Pada dinding Tongkonan dihiasi ukiran dan tanduk kerbau yang berfungsi untuk menandakan status pemilik rumah. Semakin sulit ukiran semakin mahal harga Tongkonan dan semakin banyak tanduk kerbau yang dipajang semakin menunjukan tingginya status sosial pemilik rumah.
Untuk membangun sebuah rumah tongkonan diperlukan upacara adat rambu tuka’ dimana tidak hanya merupakan tugas besar karena melibatkan semua anggota kelurga, tapi juga memerlukan biaya yang tidak sedikit. Fungsi rumah tongkonan selain sebagai tempat tinggal (sampai saat ini) dan penyelenggaraan acara adat tapi juga ‘rumah’ bagi jenazah sebelum prosesi rambu solo’.
Berjalan ke belakang area komplek tongkonan Ke’te Kesu ada sebuah bukit yang bernama
“Buntu Ke’su” yang merupakan situs pemakaman kuno. Usia dari pemakaman kuno ini diperkirakan lebih dari 700 tahun. Di buntu ke’su ini kita akan menjumpai tengkorak-tengkorak manusia yang tidak lain adalah nenek moyang masyarakat Toraja.
Pada dinding bukit terdapat sebuah gua yang didalamnya juga ada tau tau kuno berteralis besi. (Bersambung)