Produsen harus memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen agar berhak mendapatkan potongan pajak tersebut.
Beberapa model yang sudah memenuhi syarat antara lain Wuling Air EV, Wuling Binguo EV, MG 4 EV, Chery Omoda E5, hingga Hyundai Ioniq 5.
Langkah ini tidak hanya mendorong konsumen untuk beralih ke kendaraan listrik, tetapi juga menstimulasi pertumbuhan industri otomotif dalam negeri.
Baca Juga: Penjualan Mobil Listrik Global Tembus Rekor Baru, Namun Tantangan Mulai Mengintai
Pajak Mobil Hybrid
Sementara itu, mobil hybrid masih dikenakan PPnBM, namun dengan tarif lebih rendah dibanding kendaraan konvensional.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 36 Tahun 2021, tarif PPnBM untuk mobil hybrid berkisar antara 6 hingga 8 persen, tergantung pada besaran emisi karbon yang dihasilkan.
Mobil dengan emisi di bawah 100 gram CO₂ per kilometer dikenai tarif 6 persen, sedangkan emisi antara 100–125 gram dikenai 7 persen.
Untuk kendaraan dengan emisi di atas 125 gram, tarifnya naik menjadi 8 persen.
Pemerintah juga telah menyiapkan insentif tambahan yang akan berlaku mulai 2025, dengan rencana penurunan tarif PPnBM menjadi 3–5 persen.
Setelah kebijakan ini diterapkan, mild hybrid akan dikenakan tarif antara 5–9 persen, sementara plug-in hybrid (PHEV) hanya sekitar 2 persen.
Melalui kebijakan pajak progresif ini, pemerintah berharap semakin banyak masyarakat beralih ke kendaraan rendah emisi.
Selain efisiensi bahan bakar, insentif pajak juga menjadi daya tarik utama bagi calon pembeli.
Langkah ini sekaligus mendukung target Indonesia untuk mencapai net zero emission pada 2060, sejalan dengan komitmen global terhadap pengurangan emisi karbon.***