RBG – Tingginya konsumsi garam di Indonesia menjadi isu yang perlu diperhatikan secara serius, terutama karena dapat meningkatkan risiko penyakit tidak menular (PTM).
Data menunjukkan rata-rata konsumsi garam masyarakat Indonesia mencapai 11 gram per hari, lebih dari dua kali lipat dari rekomendasi yang diberikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni 5 gram per hari.
Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan, Prof. Asnawi Abdullah, mengemukakan pola makan yang tidak sehat berkontribusi signifikan terhadap peningkatan kasus PTM di tanah air.
Dampak dari situasi ini terlihat dari melonjaknya biaya kesehatan nasional yang dalam satu dekade terakhir telah melebihi Rp7 triliun.
Baca Juga: Tidur Seharian Saat Berpuasa, Apakah Dapat Membatalkan Puasa? Ini Penjelasan dari Buya Yahya
“Kami akan memperkuat kebijakan label gizi agar lebih mudah dipahami oleh masyarakat, serta membatasi iklan produk yang mengandung gula, garam, dan lemak (GGL) tinggi, khususnya yang ditujukan untuk anak-anak,” ujar Profesor Asnawi, dikutip rbg.id dari detikhealth pada 27 februari 2025.
Dampak Negatif Konsumsi Garam Berlebihan
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK),
Dr. dr. Sukadiono, M. M. , menjelaskan pola makan tinggi GGL telah berkontribusi terhadap meningkatnya angka obesitas dan diabetes secara signifikan.
Situasi peningkatan kasus hipertensi juga cukup memprihatinkan. Data mencatat hanya sekitar 18 persen penderita hipertensi yang menerima pengobatan yang tepat, dan hanya 4 persen di antara mereka yang berhasil mengontrol tekanan darah.
Selain itu, kandungan lemak trans yang sering terdapat dalam makanan olahan terbukti berkontribusi terhadap 5. 000 kematian per tahun di Indonesia.
“Pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak sangat penting untuk menurunkan angka kasus PTM di Indonesia,” tegasnya.
Baca Juga: Ini Tampang Maya Kusmaya, Petinggi Pertamina yang Perintahkan Mengoplos Pertalite jadi Pertamax