Senin, 22 Desember 2025

Tiga Profesor Dunia Tawarkan Rekomendasi Isu Prioritas Presidensi G20 Indonesia

- Jumat, 17 Juni 2022 | 18:39 WIB
(dari kiri) Wakil Rektor Bidang Riset, drg. Nurtami, Ph. D dan Prof. Frank Jotzo (Australia National University). FOTO: IST
(dari kiri) Wakil Rektor Bidang Riset, drg. Nurtami, Ph. D dan Prof. Frank Jotzo (Australia National University). FOTO: IST

“Berdasarkan penelitian pada 2019, dari 100 persen penderita diabetes, hanya 64 persen yang terdeteksi, 48 persen terdiagnosis, 45 persen mendapat perawatan, dan hanya 30 persen yang sembuh,” ungkap Prof. Rifat.

Meski begitu, Prof. Rifat membaca adanya peluang dari setiap krisis yang dihadapi masyarakat. Pandemi yang melanda dunia mendorong kita untuk membangun sistem kesehatan yang responsif dan tangguh.

“Maka itu, diperlukan resiliensi sebagai upaya beradaptasi atas kondisi yang menekan. Untuk mengembangkan sistem kesehatan yang tangguh dan berkelanjutan, diperlukan upaya untuk membangun ketahanan internasional. Hal ini bisa dilakukan melalu tiga cara, yaitu mengubah narasi dari pembiayaan menjadi investasi; transisi sistem kesehatan manual ke sistem kesehatan digital; serta dibangunnya kemitraan strategis untuk menciptakan ekosistem inovasi,” terangnya.

Sementara itu, dalam bidang transisi energi, Prof. Frank Jotzo melihat sistem energi masa depan dunia bukan lagi bergantung pada bahan bakar fosil, melainkan pada energi terbarukan.

“Transisi ini tidak mudah bagi produsen dan eksportir bahan bakar fosil besar, seperti Indonesia dan Australia. Oleh karena itu, diperlukan sistem kerja sama yang adil dan transparan untuk memberikan peluang investasi bagi negara-negara tersebut untuk menciptakan produktivitas ekonomi internasional selama beberapa decade,” ujarnya.

Terbukanya peluang kerja sama ekonomi antara Indonesia, Australia, dan negara-negara G20 lainnya akan melahirkan inovasi, investasi swasta, serta kemudahan dalam regulasi dan kebijakan.

Dalam isu transformasi digital dan ekonomi, Prof. Glenn menyoroti adanya kesenjangan digital di beberapa negara, terutama negara yang memiliki akses internet terbatas.

Kesenjangan ini terjadi karena tiga hal, yaitu belum terlayani karena tidak ada penyedia broadband di rumah atau bisnis; kurang terlayani karena tidak ada penyedia yang menawarkan layanan yang memenuhi standar, misalnya 100/20 Mbps; serta non-pengadopsi yang memilih tidak membeli layanan broadband meski tersedia.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X