Kedatangan Zelensky di AS disambut bak pahlawan. Dia tetap mengenakan baju hijau militer yang menjadi ciri khasnya selama invasi berlangsung. Para legislator dan senator memberikan jalan dan bertepuk tangan ketika dia memasuki ruang rapat untuk berpidato di hadapan Kongres AS.
Dalam pidatonya pada Rabu (21/12) itu, pemimpin 44 tahun tersebut menggarisbawahi kuatnya hubungan AS dan Ukraina. Menurut dia, dukungan finansial dari AS selama ini bukanlah sebuah amal, melainkan investasi untuk keamanan global dan demokrasi.
Zelensky bersumpah bahwa negaranya tidak akan berhenti melawan agresi Rusia. Tapi, dukungan berkelanjutan dari Washington adalah kunci akhir kemenangan.
Tanpa bantuan persenjataan dari AS dan negara-negara Barat, Ukraina sudah lama kalah oleh Rusia. Sejak awal invasi, AS sudah memasok persenjataan ke Ukraina senilai USD 22 miliar atau setara Rp 342,8 triliun. Itu belum termasuk bantuan terbaru di atas.
Pemimpin Ukraina tersebut menyinggung pertempuran AS melawan Nazi Jerman dan komitmen masa perang Presiden Franklin Roosevelt dalam upaya untuk menjaga pasokan senjata AS mengalir untuk perang melawan Rusia. Pernyataan tersebut seakan menjadi penegasan bahwa kini dia juga ingin AS terus memasok senjata dalam perang Ukraina melawan Rusia.
Selain itu, Zelensky mendesak agar sanksi terhadap Rusia diperberat. ”Biarkan para teroris tersebut bertanggung jawab atas agresi yang dilakukannya,” ujar dia.
Zelensky mengakhiri pidatonya dengan mengatakan bahwa Ukraina akan mencapai kemenangan mutlak. ”Ukraina masih hidup dan hebat,” tutupnya yang disambut tepuk tangan meriah para anggota Kongres AS.
Dalam perjalanan pulang, Zelensky mampir ke Polandia dan bertemu dengan Presiden Polandia Andrzej Duda. Mereka mendiskusikan rencana strategis ke depan dan hubungan bilateral kedua negara yang berbagi perbatasan tersebut. Sejak invasi, banyak penduduk Ukraina yang mengungsi ke Polandia.(jpc)