Sementara, di sesi kedua, working session, Jokowi lebih menyoroti soal isu pangan. Dalam pernyataannya, Presiden antara lain menyampaikan soal ancaman kelaparan dan jatuh ke jurang kemiskinan ekstrim di negara-negara berkembang.
Menurut data World Food Programme, 323 juta orang menghadapi kerawanan pangan akut tahun ini.
Karenanya, Jokowi menekankan perlunya tindakan yang cepat untuk mencari solusi konkret. Mulai dari peningkatan produksi pangan hingga mengembalikan rantai pasok pangan dan pupuk global dalam kondisi normal.
Ini bisa dilakukan dengan mereintegrasi ekspor gandum dari Ukraina serta ekspor komoditas pangan dan pupuk Rusia ke dalam rantai pasok global.
Hal ini juga perlu dukungan dari G7 untuk memfasilitasi ekspor gandum Ukraina dan pentingnya mengkomunikasikan kepada dunia bahwa komoditas pangan dan pupuk dari Rusia tidak terkena sanksi.
”Di akhir sambutannya di sesi 2, Bapak Presiden menegaskan bahwa G7 dan G20 memiliki tanggung jawab besar untuk mengatasi krisis pangan ini mulai sekarang,” paparnya.
Selain menghadiri dua sesi dalam KTT G7 and partner countries tersebut, Jokowi juga melakukan sekitar 9 pertemuan bilateral dengan PM India, Presiden Perancis, PM Kanada, Kanselir Jerman, PM Inggris,PM Jepang, Presiden Komisi Eropa, Presiden Dewan Eropa, dan Managing Director IMF. Selain membahas isu penguatan kerja sama bilateral, isu terkait perang di Ukraina dan dampaknya terhadap rantai pasok pangan dunia dibahas hampir di semua pertemuan bilateral tersebut.
