RBG.ID - Kebebasan beragama di India makin buruk setiap tahunnya.
Komisi Amerika Serikat untuk Kebebasan Beragama Internasional (USCIRF), meminta agar negara yang dipimpin perdana Menteri (PM) Narendra Modi masuk daftar hitam kebebasan beragama.
Pelanggaran atas kebebasan beragama di India untuk minoritas dilakukan secara sistematis, berkelanjutan, dan mengerikan.
Baca Juga: PJ Bupati Bekasi Beri Tanggapan Mengenai Staycation Sebagai Syarat Perpanjang Kontrak
’’Pemerintah India, baik di tingkat nasional, negara bagian, maupun lokal, mempromosikan dan menerapkan kebijakan diskriminatif agama pada 2022. Itu termasuk UU yang menargetkan perubahan agama, hubungan antaragama, pemakaian jilbab dan penyembelihan sapi yang berdampak negatif terhadap umat Islam, Kristen, Sikh, Dalit, dan Adivasis (masyarakat adat dan suku yang terdaftar),’’ bunyi laporan yang dirilis USCIRF pada Senin (1/5).
Data pada laporan tersebut menjelaskan, dari 1,4 miliar penduduk India, 14 persen adalah muslim, dan sekitar 2 persen kristen, dan 1,7 persen Sikh.
Hampir 80 persen penduduk negara tersebut adalah Hindu. Pemerintah India terus membungkap suara-suara kritis, terutama dari agama minoritas.
Baca Juga: Tabrak Pembatas Jalan, Seorang Pengendara Motor Tutup Usia
USCIRF tidak memiliki kemampuan untuk menetapkan kebijakan. USCIRF hanya bisa menawarkan rekomendasi saja.
Saat ini, Washington dan New Delhi terus memperkuat hubungan dalam upaya melawan pengaruh Tiongkok di kawasan Indo-Pasifik.
Presiden AS Joe Biden dan Modi sempat berinteraksi dibeberapa kesempatan, termasuk KTT G20 dan G7 serta KTT Empat Pemimpin yang terdiri dari AS, India, Jepang, dan Australia.
Baca Juga: Polisi Gadungan yang Beraksi di Kota Tua Ancam Anak-anak Dengan Garpu dan Tembakan
Sejauh ini, pemerintah India tidak menanggapi laporan terbaru itu.
Tahun lalu, USCIRF merekomendasikan hal serupa, namun Jubir Kementerian Luar Negeri India Arindam Bangchi malah menuduh pejabat senior AS membuat komentar yang kurang informasi dan bias.