Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan jajarannya sempat frustasi karena kendala pengiriman ini.
Baca Juga: Belajar ke PT Musim Mas, Menteri Hanif Faisol Susun Roadmap Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca
Penggunaan Storm Shadow ini tepat terjadi sehari setelah ATACMS milik Amerika digunakan.
Target yang disasar adalah Bryansk. Negara Barat mengindikasikan bahwa mereka secara khusus menargetkan pasukan Korea Utara di wilayah Kursk.
Lebih lanjut, penggunaan senjata buatan AS juga semakin bervariasi.
AS menyatakan bahwa Ukraina akan dipasok ranjau ’’non-persisten’’.
Ranjau ini dapat hancur sendiri atau membuat dirinya tidak aktif setelah kehilangan daya.
Harapannya, resiko melukai warga sipil akan berkurang.
’’Dalam waktu dua minggu, jika belum diledakkan, mereka akan menjadi tidak aktif,’’ kata Matthew Miller, juru bicara Departemen Luar Negeri AS.
Wakil Direktur Human Rights Watch Mary Wareham menilai penggunaan ranjau oleh Ukraina akan melanggar Perjanjian Larangan Ranjau (the Mine Ban Treaty).
Menurutnya, fitur penonaktifan diri saja tidak cukup.
’’Dari perspektif pembersihan, penjinak ranjau harus mendekati semua jenis objek peledak dengan pengetahuan bahwa objek itu mungkin meledak,’’ kata Wareham.
Merespon penggunaan Storm Shadow, Umerov menjawab dengan diplomatis.
’’Kami menggunakan semua cara untuk mempertahankan negara kami, jadi kami tidak akan menjelaskan secara rinci. Namun, kami hanya menyampaikan bahwa kami mampu dan sanggup untuk merespons,’’ kata Umerov. (*)