RBG.ID - Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr alias Bongbong disebut menutupi jejak kelam sang ayah.
Bongbong menghapus hari libur nasional khusus Filipina yang jatuh setiap 25 Februari.
Sebagai informasi, tanggal itu ditetapkan untuk memperingati revolusi yang menggulingkan kediktatoran mantan Presiden Ferdinand Marcos, ayah Bongbong.
Baca Juga: Edi Darmawan Salihin Ayah Mendiang Wayan Mirna Diam-diam Dilaporkan ke Polisi Gegara Kasus Ini
Agence France-Presse mengatakan, penghapusan itu terungkap dalam dokumen resmi tertanggal 13 Oktober tentang hari libur nasional.
Hal itu kemudian memicu tudingan bahwa Bongbong berusaha menutupi masa lalu keluarganya yang kelam.
Kelompok HAM Karapatan menyebutkan bahwa penghapusan itu menunjukkan penghinaan pemerintahan Marcos terhadap tindakan sosial bermakna yang mengejar keadilan, kebenaran, dan akuntabilitas.
"Mereka sedang melakukan perubahan sejarah secara terang-terangan dengan mengurangi atau bahkan menghapus seluruh indikasi bahwa rakyat Filipina menggulingkan kediktatoran Marcos dan mengabaikan dampak buruknya terhadap negara," kata Sekjen Karapatan Cristina Palabay.
Baca Juga: 30 Kali Beraksi, Pembobol Toko Es Krim Mixue Jalan Pahlawan Ditangkap di Pandeglang
Pernyataan senada juga diungkap oleh Project Gunita, lembaga yang melakukan digitalisasi buku, film, dan artikel untuk mendokumentasikan pemerintahan mendiang Marcos.
Mereka menegaskan, kebijakan itu merupakan upaya yang disponsori negara untuk menutupi sejarah kediktatoran brutal di Filipina pada masanya.
Mendiang Marcos memerintah Filipina selama lebih dari dua dekade hingga digulingkan melalui Revolusi Kekuatan Rakyat pada Februari 1986 silam.
Kala itu, ratusan ribu warga Filipina turun ke jalan untuk menentang pemerintahannya.
Akibatnya, keluarga Marcos terpaksa meninggalkan Filipina dan mengasingkan diri di Hawaii.
Baca Juga: Berkat Layanan Terbaik, BRI Raih Penghargaan Internasional Best Private Bank for HNWIs Indonesia
Para kritikus menggambarkan kediktatoran Marcos sebagai periode kelam pelanggaran HAM dan korupsi yang menjadikan negara Filipina miskin.
Ribuan lawan politik disiksa, ditangkap, serta dihilangkan selama masa jabatan mendiang Marcos.
Selain itu, sebanyak USD 10 miliar atau sekitar Rp 157,01 triliun uang rakyat juga disebut dijarah.
Kemudian mantan Presiden Joseph Estrada menetapkan 25 Februari sebagai libur nasional khusus Peringatan Revolusi Kekuatan Rakyat EDSA pada 2000.
Pada hari itu, aktivis HAM di Filipina biasanya mengadakan demonstrasi untuk memperingati pemulihan demokrasi.
Baca Juga: Debut Film Hollywood, Park Seo Joon Jadi Pangeran Yan di The Marvels
Kendati demikian, kantor Kepresidenan Filipina mengklaim bahwa mereka tetap menghormati peringatan peristiwa pelengseran Marcos tersebut.
Mereka menyebut bahwa hari libur itu tidak dimasukkan dalam daftar karena 25 Februari 2024 bertepatan dengan hari Minggu.
Namun, banyak warga Filipina yang menilai bahwa itu hanya alasan.