Terpisah, salah satu pengurus YLCC, Armand Jonathans menjelaskan, tutupnya RS Harapan Depok tidak lepas dari tidak adanya titik temu perjanjian sewa lahan dan bangunan rumah sakit dari pengurus YLCC.
“RS Harapan Depok itu beridiri di atas lahan dan bangunan aset YLCC, sejak puluhan tahun yang lalu,” katanya.
Dia menuturkan, RS Harapan Depok merupakan sebuah RS yang berada di bawah naungan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) serta Yayasan Kristen Harapan Depok (YKHD) bekerjasama untuk membangun fasilitas kesehatan di sebuah aset gedung dan lahan milik YLCC.
“Tahun 1957 ada perjanjian kerjasama antara tiga yayasan, karena sifatnya untuk melayani makanya pengurus YLCC setuju untuk dibangun rumah sakit,” ucapnya.
Seiring berjalannya waktu, di tahun 1996 YLCC memberikan kontrak berisikan hak dan kewajiban masing-masing pihak di mana PGI dan YKHD diminta untuk memberikan uang sewa Rp7 juta per bulan. Lalu, pada tahun 2017 kepengurusan YLCC saat itu merevisi kembali isi perjanjian dengan menaikan biaya sewa gedung dan lahan RS Harapan Depok Rp25 juta per bulan.
“Tahun 2017 pengurus YLCC saat itu meminta biaya sewa Rp 25 juta perbulan, tapi PGI dan YKHD tidak sanggup untuk membayar segitu,” tutur Jonathans.
Lebih lanjut, beber dia, YKHD selaku operator dan pembiaya RS Harapan Depok sudah mengajukan penawaran biaya sewa Rp15 juta, akan tetapi pengurus YLCC kukuh untuk menetapkan harga Rp25 juta.