Dia menerangkan, rata-rata perceraian di Kota Depok disebabkan adanya pertengkaran yang terjadi secara terus menerus, menyakiti pasangan atau Kasus Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan salah satu pihak meninggalkan pihak lainnya secara bertahun-tahun.
“Karena ekonomi pandemi kemarin kan, sama belum siapnya dari mental dan sebagainya,” terang Kamal.
Selain itu, tutur Kamal, faktor usia juga mempengaruhi kerentanan terjadinya perceraian. Misalnya, pasangan yang telah memasuki usia 30 sampai 40 tahun akan mengalami kesulitan berkomunikasi.
“Perceraian juga berdampak pada komunikasi. Terutama ketika ada masalah pihak perempuan saat ini sering mengungkapkan perasaannya melalui teman dekatnya yaitu sosial media,” jelasnya.
Sebab, kata dia, wanita di jaman sekarang lebih cenderung mengungkapkan isi hatinya melalui, sosial media dibandingkan menyelesaikan permasalahan yang ada secara kekeluargaan. Sehingga, pertengkaran tersebut dapat berujung perceraian.
“Apalagi masalahnya ketika sedang ada masalah mereka tidak dibicarakan dan diselesaikan secara kekeluargaan terlebih dahulu, atau lebih curhat kepada teman dekatnya anak-anak muda sekarang adalah media sosial,” ucap Kamal.
Pihaknya tentu tidak akan langsung menerima semua pengajuan cerai yang dilakukan laki-laki maupun perempuan. Sebab, pihaknya mengedepankan upaya perdamaian kedua belah pihak. Sehingga, dapat menekan angka perceraian di Kota Depok.
“Dengan mengurangi angka perceraian pada perkawinan maka pengadilan agama tidak langsung menerima gugatan cerai, melainkan dengan mencoba untuk saling berdamai,” tutupnya. (rd/ger/mg8)