Postingan kebakaran hutan di Kalimati mengingatkan saya pada tahun 2016 lalu, saya dan keluarga pernah mendaki Semeru, tapi hanya sebatas sampai Ranu Kumbolo yang fenomenal itu. Itu pun banyak hambatannya, karena usia Adam dan Rama belum genap 10 tahun, petugas melarang kita sekeluarga mendaki karena batas minimum pendaki 10 tahun.
Saya coba berkali kali meyakinkan petugas kalau perlengkapan untuk mengantisipasi dinginnya Ranu Kumbolo yang saat itu mencapai -5 derajat celcius sudah kami siapkan. Tapi upaya itu gagal, petugas tetap tidak mengijinkan keluarga saya mendaki.
Saat itu Adam dan Rama sangat sedih, air matanya menetes dan berkali kali nanya, “Yah ga bisa naik gunung ya,” kata Rama yang saat itu berusia 7 tahun.
“Kita tetap mendaki sayang, sudah kamu ga usah nangis, apapun caranya kita tetap mendaki,” tegas saya meyakinkan Rama di depan petugas pos yang melarang keluarga saya mendaki.
Saking kekeuhnya saya ingin mendaki, petugas itu memberikan clue “Kalau abang mau mendaki silahkan saja, tapi kalau lewat jalur sini, saya tidak akan mengijinkan,” katanya tegas.
“Okeh klo gitu saya lewat jalur lain,” kata saya ke petugas itu.
Saat itu saya memutuskan untuk tetap mendaftarkan diri di Pos Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), saya, istri, Mas Heri dan putrinya mendaftar dan mengikuti briefing untuk mengetahui karateristik Semeru oleh petugas. Sedangkan Adam dan Rama tidak bisa di daftarkan.
Setelah briefing, kita mengikuti Porter yang sengaja kita sewa untuk membawa peralatan dan logistic melalui jalur Ayak Ayak. Jalur yang biasa digunakan para porter dan tidak direkomendasikan sebagai jalur umum karena dinilai ekstreem.