Sebelumnya, Senin (4/7), Tim Jaksa Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Kepala Kantor Pertanahan Kota Depok SA terkait kasus dugaan korupsi pembelian bidang tanah yang dilakukan PT Adhi Persada Realti (APR) pada 2012-2013. Pemeriksaan disebut-sebut guna membuat terang perkara.
“SA diperiksa guna menerangkan pemilikan tanah PT Adhi Persada Realti di Limo Kota Depok yang tercatat di Kantor Pertanahan hanya sebesar 1,2 hektare sebagaimana di dalam sertifkat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 5316 atas nama PT Adhi Persada Realti seluas 12.595 M²,” kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulisnya, Senin (4/7).
Ketut mengatakan, selain objek tanah tersebut, PT Adhi Persada Realti pernah mengajukan dua permohonan untuk memperoleh HGB untuk tanah adat seluas 76.752 M² dan 18.450 M² pada 2012. Permohonan tersebut dikembalikan Kantor Pertanahan Kota Depok.
“Lalu kemudian diterbitkan berita acara pembatalan berkas permohonan karena terdapat tanah yang belum clean and clear. Akibat adanya surat penolakan dari pihak-pihak lain yang mengaku sebagai pemilik tanah terhadap proses penerbitan SHGB yang diajukan oleh PT Adhi Persada Realti yang diterima Kantor Pertanahan Kota Depok,” ungkap Ketut.
Selain SA, Kejagung juga memeriksa LMLBR selaku Direktur Utama PT Megapolitan Development, Tbk.
Dia diperiksa untuk menerangkan menyangkut kepemilikan tanah Kelurahan Limo (Blok Kramat) dan mengklaim bahwa tanah Blok Kramat tersebut adalah milik PT Megapolitan yang dibeli oleh almarhum suaminya (SBR).
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan,” ujar Ketut.
Kasus berawal saat anak usaha PT Adhi Karya (Persero) Tbk membeli tanah seluas 20 hektar di Kelurahan Limo, Kecamatan Limo, dan Kelurahan Cinere, Kecamatan Cinere, Kota Depok dari PT Cahaya Inti Cemerlang (CIC) pada 2012. Pembelian tanah tersebut untuk membangun perumahan atau apartemen.