“Kebakaran pada lahan gambut melepaskan emisi gas dan asap yang mengakibatkan kerugian dari segi sosial, kesehatan, ekonomi maupun lingkungan. Pada penelitian ini, Bintang, Hafizha dan tim mencoba untuk menggunakan metode terintegrasi untuk mendapatkan nilai Emission Factor (EF) dengan menggunakan Buoyancy Calorimeter. EF menggambarkan jumlah polutan yang dilepas ke atmosfer dari peristiwa kebakaran hutan, termasuk kebakaran membara (smoldering) yang terjadi di lahan gambut,” kata Prof. Yulianto yang juga merupakan pakar FTUI di bidang Teknik Keselamatan Kebakaran.
Dalam penelitiannya, Bintang dan tim mencoba untuk meminimalisir ketidakpastian yang disebabkan oleh variasi komposisi kimia gambut serta ketidakpastian yang disebabkan oleh estimasi satu dimensi (menggunakan citra satelit).
“Dari hasil penelitian, diketahui bahwa untuk sampel gambut dari lahan yang berbeda memiliki perbedaan pada komposisi kimia gambut. Sampel yang diambil dari lahan gambut di Jambi memiliki komposisi yang berbeda dengan sampel yang berasal dari lahan gambut di Papua ataupun Palangkaraya (Kalimantan Tengah),” terangnya.
“Sementara pencitraan jarak jauh menggunakan satelit yang selama ini digunakan untuk memperkirakan luas lahan gambut yang terbakar, memiliki keterbatasan karena hanya menampilkan citra berupa permukaan dan tidak secara langsung mengukur kedalaman dampak kebakaran (burned depth) di lahan gambut,” lanjut Bintang.
Hasil penelitiannya mengarah pada tiga hal, yaitu nilai EF dapat diperoleh dari hasil eksperimen laboratorium melalui analisis pola burned depth pattern dan variabel lingkungan lahan gambut.
Kedua, variabel lingkungan dan karakteristik gambut merupakan unsur yang penting dalam estimasi EF. Dan terakhir, terbukti bahwa perhitungan nilai EF tidak valid apabila hanya memasukkan variabel luasan area yang terbakar saja.
Dekan FTUI, Prof. Dr. Heri Hermansyah menyampaikan, semoga penelitian yang dilakukan Bintang dan tim dapat memberikan masukan bagi pencegahan dan penanganan kebakaran lahan gambut di Indonesia yang terus terulang disetiap tahunnya.
“Tentu saja penelitian yang dilakukan dapat terus dikembangkan ke depannya dengan memperluas batasan penelitian di area-area lahan gambut lain di Indonesia,” pungkasnya. (gun/**)