Sementara itu, Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA) Balai Besar Wialayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC), Didit Wahyu Nurdiansyah menuturkan, segala bentuk kegiatan pengurukan situ adalah sebuah tindakan pelanggaran. Sekalipun situ berada di lahan perusahaan, kalau diuruk itu pelanggaran.
“Dalam UU SDA tidak menyebutkan kepemilikan. Jika ada pelanggaran terhadap badan air atau sempadan situ,” bebernya kepada Harian Radar Depok (grup RBG.id), Selasa (8/11).
Dia mengaku penegakan pelanggaran pengurugan Situ Kancil terkendala lantaran tidak terdatanya situ tersebut dalam inventaris BBWSCC.
“Iya ini masalahnya, dalam catatan di BBWSCC tidak ada data dokumentasi tersebut. Jadi coba crosscheck ke PSDA Provinsi Jawa Barat. Di dalam peta RTRW dan RDTR Kota Depok pun tidak ada titik Situ Kancil,” terangnya.
Meski demikian, jika lahan yang diuruk PT GPI berbentuk situ, apalagi mata air, maka tindakan tersebut tetap bisa dikatakan sebagai sebuah pelanggaran serius. Oleh karena itu, pihaknya akan menerjunkan tim untuk mengcrosscek laporan Situ Kancil ke lapangan.
“Kami di TKPSDA Komisi I Bidang Konservasi juga sedang mencoba mencari data–data primer dan sekunder mengenai keberadaan Situ Kancil tersebut. Insya Allah tim kami juga akan investigasi langsung ke lokasi di minggu ini,” tegasnya.
Sebelumnya, Kabid Pengawasan Terpadu (Wasdu) Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Depok, Suryana Yusuf mengaku, bakal menginvestigasi aksi pengurugan Situ Kancil yang dilakukan PT GPI. “Kami akan investigasi ke lapangan,” kata Suryana kepada Harian Radar Depok (grup RBG.id), Senin (7/11).
Dia menerangkan, situ tidak dapat diuruk sembarangan walau keberadaanya di atas lahan milik perorangan atau perusahaan tertentu. Sebab, situ memiliki fungsi sosial dan berperan penting untuk menjaga ketersediaan air tanah, serta sebagai wadah tadah hujan pencegahan terjadinya banjir.