Cimande kemudian berkembang pesat di berbagai daerah Jawa Barat seperti Sukabumi, Banten, hingga Tasikmalaya.
Dari para muridnya lahir pula berbagai aliran silat lain seperti Cikalong, Sera, dan Gadjah Putih Mega Paksi Pusaka.
Baca Juga: Esemka Minggir Dulu! Ini Dia Indigenous Indonesian Car, Mobil Listrik Era Prabowo Karya Anak Bangsa
Sayangnya, sebagian aliran turunannya kini bahkan telah dipatenkan di luar negeri, menunjukkan betapa luas pengaruh Cimande di kancah global.
Mbah Khair sendiri dikenal sederhana, ia sering menggunakan pakaian kampret dan pangsi hitam dengan ikat kepala merah.
Tubuhnya kekar dan kuat, gerakannya saat “ibing” (menari silat) sangat ekspresif dan tidak mengenal lelah.
Ia wafat pada tahun 1825 dan dimakamkan di Gang Karet, Jalan Ahmad Yani, Tanahsareal, Kota Bogor.
Warisan Mbah Khair tidak hanya berupa bela diri, tetapi juga nilai kehidupan: disiplin, kerendahan hati, dan pengabdian.
Hingga kini, Cimande tetap menjadi simbol kebanggaan masyarakat Bogor dan warisan budaya Indonesia yang tak ternilai.***