Yakni pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 KUHP jo. pasal 64 ayat 1 KUHP.
Majelis hakim pun menunda persidangan untuk mendengarkan eksepsi kuasa hukum pada 20 Juli 2022 mendatang alias satu pekan setelah sidang pertama. Selain keberatan atas dakwaan JPU, kuasa hukum juga mempertanyakan proses sidang dilakukan secara online.
“Kami ingin (Ade Yasin) dihadirkan dipersidangan. Bukan tidak ingin menghargai proses persidangan, tapi ada hak terdakwa yang tidak terjamin,” kata Kuasa Hukum Ade Yasin, Roynald Pasaribu saat persidangan, Rabu (13/7).
Dalam sidang, JPU berdalih bahwa persidangan harus dilakukan secara daring karena berbagai hal. Salah satunya Ade Yasin yang dihadirkan secara daring dari kantor KPK. Padahal, statusnya merupakan tahanan Polda Metro Jaya.
“Alasannya karena pandemi, dikhawatirkan memicu peningkatan kasus Covid. Kedua, jaringan internet (Rutan Polda Metro Jaya, red). Sehingga (Ade Yasin) belum bisa dihadirkan langsung,” kata JPU.
Untuk persidangan selanjutnya, Roynald juga ingin agar Ade Yasin dihadirkan di dalam sidang dan tidak lagi dilakukan secara online seperti hari ini
Sementara itu, secara daring, Bupati Bogor non aktif Ade Yasin mengaku mengerti dan paham terkait dakwaan yang dibacakan JPU. Namun ia juga sempat mengeluhkan jaringan internet sehingga ada beberapa bacaan dakwaan JPU dan ucapan hakim yang tidak terdengar jelas.
“(Sudah) Mengerti. (Keberatan) saya serahkan ke kuasa hukum,” ujar Ade Yasin. Di akhir persidangan, Hakim putuskan menunda persidangan untuk agenda eksepsi dari kuasa hukum, Rabu (20/7) mendatang.(ryn/mtr)