RBG.ID-BOGOR, Belum ada sosok yang mampu mengalahkan elekabilitas Bima Arya sebagai bakal calon Wali Kota Bogor pada Pilwakot 2024 mendatang. Itulah hasil survei Lembaga Studi Visi Nusantara (LS Vinus).
LS Vinus, baru saja merilis hasil survei elektabilitas calon Wali Kota Bogor pilihan masyarakat pada Pilwalkot Bogor 2024. Survei LS Vinus itu berlangsung selama 11-15 Oktober 2023.
Populasi dari survei LS Vinus ini adalah masyarakat Kota Bogor, yang minimal telah berusia 17 tahun (telah memiliki KTP). Mereka melibatkan 800 responden.
Ini diperoleh melalui teknik pengambilan sampel secara acak dengan menggunakan teori slovin dalam pengambilan sampelnya. Dengan klaim margin of error +/- 5 persen, dan pada tingkat kepercayaan (level of confidence) sebesar 95 persen.
Direktur Eksekutif LS Vinus, Yusfitriadi menyebutkan, Wali Kota Bima Arya masih menduduki posisi pertama dalam survei elektabilitas calon Wali Kota Bogor pilihan masyarakat pada Pilwalkot Bogor 2024.
“Bima Arya mendapatkan 17,75 persen, Dedie A Rachim 12,75 persen, Yane Ardian 6,13 persen, Atang Trisnanto 4,00 persen dan Jenal Mutakin 2,50 persen,” kata Yusfitriadi.
“Kemudian, Diah Pitaloka 1,63 persen, Dokter Rayendra 1,38 persen, Rusli Prihartevi 1,13 persen, Sendi Ferdiansyah 0,88 persen, Airin 0,50 persen dan lainnya 0,97 persen,” sambung Yusfitriadi.
Dari hasil survei, sebanyak 41,13 persen warga Kota Bogor belum menentukan pilihan, dan 9,25 persen warga Kota Bogor mengaku tidak tahu dengan siapa saja para bakal calon Wali Kota Bogor.
Yusfitriadi menilai fenomena ini menjadi salah satu indikator minimnya pengetahuan warga Kota Bogor soal Pemilu 2024, serta kurang efektifnya baliho dan alat peraga kampanye (APK).
Baca Juga: Mulai Hari Ini, LRT Jabodebek Berikan Tarif Promo Setiap Weekend, Jarak Jauh Cuman Rp 10 Ribu!
“Dalam APK itu biasanya yang besar hanya foto. Sedangkan informasi lainya itu sangat kecil. Artinya, APK yang selama ini berseliweran di jalanan dan di tempat umum tidak efektif alias gak ngaruh,” ujarnya.
Ketidakpahaman warga Kota Bogor akan pendidikan politik, sambungnya, tentu menjadi salah satu dosa bagi KPU, partai politik dan kurangnya sosialisasi yang dilakukan tim sukses.