RBG.ID, INGGRIS - Krisis biaya hidup memunculkan anomali di Inggris. Hasil survei yang dilakukan Food Foundation mengungkapkan bahwa pada September sekitar 1 dari 5 keluarga berpenghasilan rendah kini mengalami kerawanan pangan. Situasi itu bahkan lebih parah jika dibandingkan dengan kondisi saat awal Covid-19 melanda negeri Big Ben tersebut.
Tingkat kelaparan naik lebih dari dua kali lipat sejak Januari. Hampir 10 juta orang dewasa dan 4 juta anak-anak tidak mampu membeli makanan yang biasa mereka makan.
Pada awal tahun, harga pangan dan energi memang mulai naik. Itu ditambah dengan penghapusan bantuan Covid-19. Hal tersebut memicu peningkatan tajam kelaparan meski pemerintah telah mengeluarkan kebijakan bantuan lainnya.
Lebih dari dua pertiga keluarga yang rawan pangan mengatakan bahwa mereka memasak lebih sedikit atau mematikan lemari es untuk memotong biaya energi. Bulan lalu lebih dari 18 persen rumah tangga di Inggris mengatakan bahwa mereka telah mengurangi porsi makan atau melewatkannya sama sekali.
Di awal pandemi, situasi itu juga terjadi. Namun, jumlahnya hanya 14 persen. Saat ini 11 persen melaporkan tidak makan meskipun lapar dan lebih dari 6 persen mengatakan bahwa mereka tidak makan sepanjang hari. Kerawanan pangan tertinggi berada di keluarga dengan jumlah anggota yang banyak.
Situasi itu berdampak pada kondisi anak-anak sekolah. Food Foundation menerima kenaikan laporan siswa yang lapar lalu mencuri makanan dari teman sekelasnya, melewatkan makan siang karena tidak mampu membeli makanan di sekolah, atau membawa makanan yang hanya berisi sepotong roti.
Karena situasi yang memburuk tersebut, lembaga yang berbasis di London, Inggris, itu menyerukan agar pemerintah menggulirkan langkah-langkah yang lebih kuat untuk melindungi rumah tangga yang rentan. Selain itu, meminta tambahan makanan sekolah gratis untuk 800 ribu siswa.