RBG.id - Pemakaman Shinzo Abe, mantan Perdana Menteri Jepang terlama, yang digelar pada Selasa (27/9) waktu setempat, tidak lagi diwarnai dengan kesedihan, seperti saat tragedi penusukannya terjadi.
Kini, berita pemakaman tersebut kini diwarnai dengan ketegangan antara pihak oposisi, publik dan pemerintah.
BACA JUGA : Seorang Pria Bakar Diri Protes Pemakaman Shinzo Abe
Pemakaman kenegaraan yang menggunakan dana publik sebesar 11,8 juta dolar atau senilai Rp 178 miliar ini telah memicu banyaknya reaksi sinis dari publik, lantaran ongkos pemakaman tersebut dianggap terlalu mahal dan hanya membuang-buang uang, di saat Jepang saat ini sedang berjuang mengatasi inflasi tertingginya.
Seperti dimuat Global News pada Senin (26/9), beberapa pihak oposisi menyelenggarakan rapat umum untuk membahas pemakaman Abe. Mereka sepakat mengatakan, uang pajak seharusnya dibelanjakan untuk tujuan yang lebih berarti, seperti untuk mengatasi kesenjangan ekonomi yang melebar yang disebabkan oleh kebijakan ekonomi yang diciptakan oleh Abe.
“Menghabiskan uang pajak kami yang berharga untuk pemakaman kenegaraan tanpa dasar hukum, adalah tindakan yang menginjak-injak konstitusi,” ujar salah satu pihak oposisi, Takakage Fujita, ketika rapat umum di Tokyo.
Atas hal tersebut, Perdana Menteri Jepang saat ini, Fumio Kishida telah dikritik karena memaksakan acara mahal untuk Abe, yang dibunuh pada bulan Juli lalu, di tengah meluasnya kontroversi tentangnya. Kematian Abe telah membongkar hubungan antara Abe, Partai Demokrat Liberal (LDP) dengan Gereja Unifikasi, yang dikenal oleh publik sebagai gereja aliran sesat.