Aksi yang berujung ricuh di berbagai titik itu sudah memakan korban puluhan nyawa. Tidak ada yang tahu pasti jumlah korban di lapangan. Amnesty International pada Jumat (23/9) menyebutkan bahwa setidaknya 30 orang meninggal, termasuk 4 anak. Media pemerintah, Republik Islam Iran Broadcasting, merilis bahwa 35 orang telah meninggal. Lembaga HAM Iran mengungkapkan bahwa setidaknya ada 53 orang atau bahkan lebih karena korban di lapangan terus bertambah.
Aksi massa itu dipicu kematian Mahsa Amini. Perempuan 22 tahun asal Kota Saqez itu diduga dipukuli polisi moral di Teheran hingga tewas hanya karena tidak memakai jilbab sesuai dengan aturan pemerintah.
Pemerintah Iran berusaha menenangkan situasi dengan memblokir internet dan media sosial. Aktivis, pelajar, dan jurnalis juga ditangkapi. Komite untuk Melindungi Jurnalis di Iran menyampaikan, setidaknya ada 17 jurnalis yang ditangkap. Garda Revolusi Iran juga meminta semua orang mengidentifikasi pengunjuk rasa.
Presiden Iran Ebrahim Raisi pada Sabtu (24/9) menyatakan bahwa dirinya akan menanggapi dengan tegas aksi massa. Dia menyalahkan para konspirator yang menghasut kerusuhan. ’’Iran harus menangani dengan tegas mereka yang menentang keamanan dan ketenangan negara,’’ ujarnya.
Pernyataan Raisi ditengarai justru bakal membuat massa kian marah dan aksi meluas. Direktur Eksekutif LSM United for Iran Firuzeh Mahmoudi mengungkapkan bahwa aksi pada 2009 hanya terjadi di beberapa kota. Yang terjadi saat ini jauh berbeda. Jutaan orang turun ke jalan di berbagai wilayah, baik itu kota besar maupun kecil. Ini merupakan aksi terbesar sejak revolusi pada 1979 yang menggulingkan monarki.
Pemerintah Iran kewalahan karena tidak menyangka aksi semacam itu bakal terjadi. Massa sebelumnya memang bakal melakukan aksi kecil di berbagai kota atas kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak. Insiden yang dialami Amini menjadi semacam bahan bakar yang kian mengobarkan semangat penduduk untuk menuntut perubahan.
’’Ini hal yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Kami tidak pernah melihat perempuan melepas hijabnya di kerumunan aksi massa seperti ini, membakar kantor polisi, mengejar mobil mereka, serta membakar foto Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei,’’ ungkap Mahmoudi.
Meski koneksi internet dimatikan, massa memiliki berbagai taktik untuk tetap membagikan informasi lewat gawai yang mereka miliki. CEO SpaceX Elon Musk mengungkapkan, pada Jumat pekan lalu dirinya akan mengaktifkan layanan internet satelit perusahaan, Starlink, di Iran. Itulah tanggapan atas cuitan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken yang menyatakan bahwa Negeri Paman Sam harus mengambil tindakan untuk memajukan kebebasan internet dan arus informasi yang bebas ke Iran.