Dampak Perang Israel dan Palestina, Anak-Anak di Gaza Alami Trauma dan Gangguan Mental

Israel harus melancarkan serangan darat ke Gaza. Rencana tersebut akan menambah jumlah korban tewas di Gaza yang sejauh ini telah mencapai lebih dari 4.100 orang.

Baca Juga: Siang Berenang, Malamnya Keliling Naik Odong-godong di Pantai Barat Pangandaran Bersama Keluarga

Dari total korban jiwa di Gaza akibat serangan Israel, lebih dari 1.500 di antaranya adalah anak-anak.

“Anak-anak kami sangat menderita di malam hari. Mereka menangis sepanjang malam, buang air kecil tanpa sadar dan saya tidak punya waktu untuk membersihkan mereka satu per satu,” kata Tahreer Tabash, ibu dari enam anak yang berlindung di sekolah penampungan PBB.

Jika anak-anak tidak mengungsi di sekolah PBB, mereka akan berdesakan di rumah yang sangat sempit.

Sebuah rumah di Khan Younis, selatan Gaza, menampung sekitar 90 orang, termasuk 30 orang berusia di bawah 18 tahun. Mereka harus tidur bergantian karena kurangnya tempat.

Meski begitu, mereka tidak aman. Sekolah telah diserang berkali-kali. Tabash menyaksikan serangan terhadap bangunan di dekatnya.

Menurut Tabash, saat mendengar suara kursi bergerak, anak-anaknya langsung ketakutan.

“Saat ada ledakan atau ada target yang diserang di dekatnya, mereka selalu berteriak, selalu ketakutan.

Kami mencoba meyakinkan yang lebih muda, kami mencoba memberi tahu mereka, “Jangan khawatir, ini hanya kembang api."

Tapi yang tertua mengerti apa yang sedang terjadi," kata insinyur yang berlindung di rumahnya, Ibrahim al-Agha,

“Mereka akan membutuhkan banyak dukungan dan perawatan kesehatan mental ketika perang ini selesai,” katanya.

Namun, sistem kesehatan Gaza kewalahan sebelum perang pecah bulan ini.

Kondisi di Gaza saat ini mendorongnya ke ambang kehancuran dan para ahli kesehatan mental telah lama memperingatkan dampak buruk trauma dan gangguan mental ini terhadap anak-anak.