Senin, 22 Desember 2025

Dalami Dugaan Diskriminasi, Kemendikbudristek Investigasi SMAN 2 Depok

- Senin, 10 Oktober 2022 | 10:20 WIB
SUASANA SEKOLAH: Suasana SMAN 2 Depok ketika ramai diperbincangkan publik karena adanya dugaaan diskriminasi. FOTO: GERARD SOEHARLY/RADAR DEPOK
SUASANA SEKOLAH: Suasana SMAN 2 Depok ketika ramai diperbincangkan publik karena adanya dugaaan diskriminasi. FOTO: GERARD SOEHARLY/RADAR DEPOK

RBG.id, DEPOK -- Dugaan diskriminasi terhadap salah satu agama terjadi di sekolah Kota Depok. Siswa beragama Kristen di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Depok, kuat dugaan tidak diperbolehkan menggunakan ruangan untuk kegiatan ekstrakulikuler Rohani Kristen (Rohkris). Adanya hal tersebut, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) melakukan investigasi di sekolah Jalan Gede, Kelurahan Abadijaya, Sukmajaya Kota Depok.

Guru Agama Kristen pada SMAN 2 Depok, Mayesti mengungkapkan, dugaan diskriminasi itu bermula ketika dia dan siswa bimbingannya akan melaksanakan kegiatan Rokris. Sesampainnya disana, ruangan itu dalam keadaan terkunci dan tidak diperbolehkan untuk digunakan karena, ruangan itu pakai untuk menyimpan pakaian. “Ini kan hari efektif untuk apa dikonci, kita kan juga mau memanage waktulah gitu kan karena jam 7 anak-anak semua mau belajar,” ungkapnya kepada Radar Depok.

Menurut Mayesti, siswa beragama Kristen yang sejatinya masuk kegiatan Rokris sejak Pukul 06:45 WIB merasa khawatir dimarahi guru lainnya karena terlambat masuk jam sekolah pada Pukul 07:00 WIB. “Kalau mereka terlambat mereka akan dimarahi oleh gurunya. Lalu di sekolah itu menyuruh kita untuk melalui chat atau sms umtuk kita diatas,” ujarnya.

Baca juga: Soal Kasus di SMAN 2 Depok, Nadiem: Tidak Boleh Ada Diskriminasi di Sekolah

Setelah bergegas ke ruangan yang dianjurkan, sebut dia, ruangan itu masih dalam keadaan terkunci. Sehingga, dia berinisiatif menggelar ibadah Rohkris di lorong sekolah.

Selanjutnya, Mayesti mengabadikan momen langka tersebut. Usai terlihat guru lain dan menjadi pergunjingan publik, dia diminta untuk menulis pernyataan yang membantah bahwa kejadian itu benar adanya. “Sebetulnya terpaksalah, tapi saya kasihan sama kepala sekolah saya, takut dia terpojok,” tegas Mayesti.

Sementara itu, Kepala SMAN 2 Depok, Wawan menjelaskan, dugaan diskriminasi itu tidak benar adanya. Hal itu terjadi karena adanya miss komumikasi dari dua belah pihak. Bahkan, guru agama Kristen yang membimbing ekstrakulikuler tersebut telah membuat pernyataan bahwa hal itu tidak benar terjadi.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X