Penyebabnya, kata dia, banyak warga Depok yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan gaji dipotong sebanyak 50 persen. Sehingga, hal itu berdampak pada meningkatnya angka kemiskinan Kota Depok beberapa tahun ke belakang.
“Indikatornya, kita itu berdasarkan pengeluaran rumah tangga dari sisi kesehatan, dari sisi pendidikan, dan garis utamanya adalah sisi konsumsi,” terang Hilmiah.
Berdasarkan pendapatan per kapita, beber Hilmiah, Depok merupakan kota tertinggi di Jawa Barat dengan penghasilan Rp705.084. Selanjutnya, setiap warga Depok yang memiliki penghasilan dibawah angka tersebut dikategorikan sebagai warga miskin.
“Jadi kita (Depok) paling tinggi sebenarnya, kita itu paling bagus dari kota/kabupaten lainnya karena memang ada kemahalan harga karena kita dekat dari Jakarta,” ujarnya.
Dia membandingkan, daerah Cianjur memiliki pendapatan per kapita per bulan sebesar Rp387.631. Sehingga, jika ada warganya yang memiliki penghasilan Rp390 ribu masih dikategorikan sebagai warga mampu.
“Nah kalau di Depok misalnya penghasilannya Rp600 ribu dikategorikan miskin karena di bawah dari Rp705.084,” jelas Hilmiah.
Sejauh ini, Hilmiah membeberkan, Pemkot Depok terus membantu dan mencarikan solusi terhadap warganya yang tengah mengalami kesulitan ekonomi pasca pandemi Covid-19.
Misalnya, bantuan kesehatan berupa BPJS atau Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan bantuan pendidikan berupa Kartu Indonesia Pintar (KIP).