RBG.id - Kasus santriwati dari Desa Karangrejo, Kecamatan Kampak, yang hamil dan melahirkan setelah diduga mengalami kekerasan seksual di sebuah pondok pesantren di Desa Sugian Kampak, Trenggalek terus berlanjut tanpa adanya kemajuan yang signifikan.
Kasus ruda paksa yang menghebohkan ini pertama kali terungkap pada April 2024, namun pelaku hingga kini belum ditetapkan.
Haris Yudianto selaku pendamping hukum dari Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA), menekankan kecepatan penanganan perkara ini sangat bergantung pada kinerja penyidik.
Baca Juga: Timnas Malaysia Apes, Ini Alasan FIFA Tolak Naturalisasi Pemain Go Ahead Eagles Mats Deijl
Saat ini, kasus rudapaksa yang dilakukan oleh pimpinan pondok pesantren itu masih berada dalam tahap penyelidikan dan belum beralih ke tahap penyidikan, sementara proses pemeriksaan saksi masih berlangsung.
“Apabila ada korban yang sampai hamil dan melahirkan, kewajiban polisi adalah menyelesaikan kasus ini secara tuntas. Jika tidak, hal ini akan menjadi tanggung jawab bagi pihak kepolisian,” kata Haris Yudianto dikutip RBG.id dari kanal YouTube Bioz TV pada Selasa, 1 Oktober 2024.
Ia menjelaskan berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dapat digunakan dalam kasus rudapaksa yang dilakukan oleh pimpinan pondok pesantren.
Dalam konteks hukum, satu alat bukti saja sudah cukup untuk melanjutkan kasus ke tahap penyidikan, meskipun keputusan tersebut sangat tergantung pada penyidik.
Dari informasi yang beredar, korban yang kini telah melahirkan sedang dalam proses pendampingan oleh Dinsos PPPA.
Sementara itu, masyarakat, termasuk keluarga dan teman-teman korban, terus mendesak agar kasus ini segera dituntaskan.
“Tugas polisi adalah menyelesaikan kasus ini jika ada korban. Jika tidak, masyarakat akan terus bertanya-tanya,” tambahnya.
Keterangan korban menunjukkan, terduga pelaku yang menghamilinya merupakan salah satu pimpinan pondok pesantren tersebut.