internasional

Sosok Kardinal Peter Turkson, Siap Ukir Sejarah Jadi Imam Umat Katolik Dunia Pertama dari Afrika Gantikan Paus Fransiskus

Kamis, 24 April 2025 | 15:29 WIB
Kardinal Peter Turkson (Vaticannews.com)

RBG.ID - Dunia kini tengah penasaran siapa pengganti pemimpin Gereja Katolik yang baru setelah wafatnya Paus Fransiskus pada 21 April 2025.

Salah satu nama yang muncul sebagai calon potensial adalah Kardinal Peter Kodwo Appiah Turkson, prelatus asal Ghana yang dapat mencatat sejarah sebagai Paus kulit hitam pertama dalam sejarah Gereja Katolik.

Lahir pada 11 Oktober 1948 di Ghana, Turkson tumbuh dalam keluarga besar yang penuh kasih dan sangat menekankan pendidikan. 

Baca Juga: Berapa Biaya Vaksin Meningitis untuk Haji dan Umroh? Cek Harga dan Syaratnya di Sini

Ia memulai pendidikan seminari di Ghana, sebelum melanjutkan studi di New York dan akhirnya meraih gelar doktor dalam bidang studi Kitab Suci di Roma. Perjalanan intelektual dan spiritualnya membentuknya menjadi sosok pemimpin yang dihormati di seluruh dunia.

Perjalanan karier kepemimpinan Turkson di Gereja Katolik dimulai pada 1992, ketika Paus Yohanes Paulus II mengangkatnya sebagai Uskup Agung Cape Coast, Ghana.

Pada 2003, ia menjadi kardinal pertama dalam sejarah negara tersebut. Pencapaian ini membuka pintu bagi Turkson untuk memimpin di kancah internasional, dan pada 2009, Paus Benediktus XVI memanggilnya ke Vatikan untuk memimpin Dewan Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian, sebuah lembaga yang berperan dalam memajukan hak asasi manusia, perdamaian, dan keadilan sosial.

Baca Juga: Berapa Biaya Vaksin Meningitis untuk Haji dan Umroh? Cek Harga dan Syaratnya di Sini

Dalam peran barunya, Turkson menjadi suara penting di berbagai forum internasional, termasuk Forum Ekonomi Dunia di Davos. Kepemimpinannya di Dewan Kepausan membuatnya dikenal sebagai pembela hak-hak manusia dan pendorong perubahan dalam kebijakan global.

Ia juga menjadi salah satu tokoh penting dalam konklaf 2013 yang memilih Jorge Mario Bergoglio sebagai Paus Fransiskus.

Pada masa kepemimpinan Paus Fransiskus, Turkson diberikan tanggung jawab besar sebagai Prefek Dikasteri untuk Promosi Pembangunan Manusia Integral, sebuah badan yang baru dibentuk pada 2016. 

Baca Juga: Biskita Sudah Beroperasi Lagi, Pemkot Bogor Pekerjakan 34 Sopir Pilihan. Lihat Pembagian Shiftnya

Meskipun ia mengundurkan diri dari posisi tersebut pada 2021, komitmennya terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan sosial tetap terlihat jelas melalui pengangkatan dirinya sebagai Kanselir Akademi Kepausan untuk Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Sosial.

Turkson dikenal sebagai sosok yang moderat dan dihormati oleh banyak kalangan. Dengan menguasai empat bahasa internasional (Jerman, Prancis, Italia, dan Inggris), ia memiliki pemahaman yang luas tentang tantangan global dan mampu menyampaikan pandangannya dengan bijaksana.

Namun, meskipun berasal dari kawasan dengan pandangan sosial yang lebih konservatif, Turkson tidak ragu untuk mengkritik kebijakan anti-LGBTQ+ yang berlaku di Afrika, menunjukkan komitmennya terhadap keadilan sosial yang inklusif.

Baca Juga: Intip Sinopsis Until Dawn 2025, Film Survival Horor Adaptasi Game yang Siap Guncang Bioskop Indonesia

Bahkan ketika banyak pihak menganggapnya sebagai calon kuat, Turkson sendiri pernah menyatakan bahwa ia tidak menginginkan terpilih menjadi Paus.

Meskipun demikian, peranannya yang aktif dalam berbagai kegiatan Gereja, serta keterlibatannya dalam diplomasi internasional, menunjukkan bahwa ia adalah salah satu calon yang paling disorot oleh banyak pihak dalam konklaf kali ini.

Selain itu, pengangkatannya sebagai utusan perdamaian untuk Sudan Selatan pada masa Paus Benediktus XVI juga memperlihatkan kepercayaan besar yang diberikan Vatikan padanya dalam bidang diplomasi dan rekonsiliasi.

Dengan pengalaman panjang dalam struktur kepemimpinan Gereja dan latar belakang akademik yang mendalam, Turkson siap menjadi simbol harapan baru bagi umat Katolik di seluruh dunia.***

Tags

Terkini